"Kami diskusi dengan Starlink yang sudah ada di Indonesia. Kami uji coba di 3 lokasi (Starlink), yang satu belum ada internet sama sekali, GSM pun tidak ada. Kemudian daerah yang tengah-tengah, kemudian ada yang di perkotaan," jelas Setiaji.
Wilayah yang menjadi uji coba Starlink antara lain Pustu Sumerta Kelod, Denpasar, mencatatkan dari 79,68 naik kecepatan internet menjadi 201 Mbps, Pustu Bungbungan, Klungkung (dari 17,73 naik menjadi 313,07 Mbps untuk LAN dan 106,92 Mbps dengan WiFi.
Selain itu, ada puskesmas Tabarfane, Maluku dari 0 menjadi 269 Mbps yang mengandalkan satelit internet Starlink tersebut. "Dengan adanya internet tadi, semua ekosistem bisa terhubung, mulai dari faskes yang jumlahnya 60 ribu dan kemudian masyarakat juga bisa akses data medical record-nya," terangnya.
Lebih lanjut Setiaji mengungkapkan, masyarakat kini bisa memanfaatkan aplikasi SatuSehat (kelanjutan dari PeduliLindungi) untuk mengakses data rekam medis dari sekitar 38 ribu faskes yang tersebar di seluruh Indonesia. "Bukan hanya data hasil lab, tetapi juga data diagnosis termasuk berkas rontgen, kemudian memonitor persediaan obat," tambahnya.
Tidak hanya itu, dengan memanfaatkan inovasi digital, pihak terkait dapat memonitor ketersediaan obat. Sebab, obat yang habis berimplikasi pasien tidak rutin meminum obat, sehingga resisten terhadap obat.
"Resisten terhadap obat, pasien harus ulang (meminum obat). Ini implikasi luar biasa kalau kita enggak bisa monitoring," ungkapnya.