Technologue.id, Jakarta - Presiden Joko Widodo mulai menyoroti pasal-pasal "karet" yang ada dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia pun meminta parlemen untuk melakukan revisi UU ITE karena dinilai bisa menjadi hulu dari persoalan hukum.
Bergulir kembalinya wacana merevisi UU ITE diharapkan dapat mencabut pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE.
Jokowi mengharapkan UU ITE seharusnya dapat lebih mempertimbangkan prinsip keadilan. Sehingga tidak adalagi pasal karet yang mudah ditafsirkan dan saling melaporkan.
Selain itu revisi UU ITE juga diharapkan dapat menjaga demokrasi yang tetap berjalan sesuai harapan dalam menyampaikan kebebasan berpendapat.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Gaungkan Revisi UU ITE
Berikut ini 9 pasal karet UU ITE yang perlu direvisi menurut SAFEnet karena multitafsir dan menimbulkan dampak sosial:
- Pasal 26 Ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
- Pasal 27 Ayat 1 tentang Asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online
- Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.
- Pasal 28 Ayat 2 tentang Ujaran Kebencian. Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah.
- Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan. Rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.
- Pasal 36 tentang Kerugian. Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
- Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang. Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoax.
- Pasal 40 Ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
- Pasal 45 Ayat 3 tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.