Technologue.id, Jakarta - Twitter, salah satu platform media sosial terbesar di dunia menjadi sorotan di India karena sering menerima permintaan dari pemerintah setempat untuk menghapus kiriman dan akun tertentu.
Pendiri Twitter, Jack Dorsey, mengakui bahwa India merupakan salah satu negara yang sering mengajukan permintaan semacam itu, terutama terkait dengan protes petani dan kritik terhadap pemerintah.
Baca Juga:
Proyek Rp8 Triliun Satelit Satria-1 Baru Bisa Dinikmati Awal 2024
Pada awal 2021, pemerintah India mengeluarkan perintah kepada Twitter untuk menangguhkan ratusan akun dan membatasi visibilitas tagar tertentu di platform tersebut.
Ancaman tindakan hukum juga dilontarkan sebagai konsekuensi jika Twitter tidak mematuhi perintah tersebut. Banyak dari akun yang ditangguhkan tersebut sebenarnya mendukung protes petani terhadap undang-undang yang baru diusulkan.
Dalam wawancara dengan Breaking Points, Jack Dorsey menyatakan kekhawatirannya terhadap permintaan yang sering kali disertai ancaman tersebut.
Ia menggambarkan bagaimana pemerintah India mengancam akan menutup Twitter di India, melakukan penggerebekan terhadap karyawan, dan menutup kantor Twitter jika perintah mereka tidak diikuti. Semua ini terjadi di negara yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip demokrasi.
Tidak hanya itu, Twitter juga secara tegas menentang arahan pemerintah India untuk menghapus posting atau menangguhkan akun. Perusahaan tersebut bahkan mengajukan gugatan terhadap pemerintah India terkait beberapa perintah pemblokiran yang diberlakukan terhadap tweet dan akun.
Twitter menunjukkan ketidakpatuhan yang lebih lama terhadap peraturan yang baru diberlakukan oleh pemerintah India.
Peraturan tersebut mewajibkan perusahaan media sosial untuk mencalonkan dan mengungkapkan informasi kontak perwakilan yang bertanggung jawab atas kepatuhan terhadap peraturan lokal.
Pada tahun 2021, unit khusus Kepolisian Delhi melakukan kunjungan mendadak ke dua kantor Twitter di India sebagai respons terhadap ketidakpatuhan terhadap peraturan baru tersebut.
Twitter menyatakan kekhawatiran atas tindakan ini dan mengungkapkan keprihatinannya terhadap ancaman terhadap kebebasan berekspresi yang dialami oleh karyawan mereka di India.
Namun, Rajeev Chandrasekhar, wakil menteri federal untuk teknologi informasi di India, membantah pernyataan Dorsey. Ia menuduh salah satu pendiri Twitter tersebut berusaha untuk "menghapus periode sejarah yang sangat meragukan dari Twitter."
Chandrasekhar mengklaim bahwa Twitter di bawah kepemimpinan Dorsey dan timnya berulang kali melanggar hukum India dari tahun 2020 hingga 2022.
Meskipun demikian, Chandrasekhar menegaskan bahwa tidak ada yang masuk penjara dan tidak ada tindakan untuk "mematikan" Twitter dilakukan. Menurutnya, Twitter Dorsey memiliki masalah dalam menerima kedaulatan hukum India.
Chandrasekhar menyatakan bahwa India sebagai negara berdaulat memiliki hak untuk memastikan bahwa semua perusahaan yang beroperasi di India mematuhi hukum yang berlaku.
Pemerintah India merasa bertanggung jawab untuk menghapus informasi yang salah atau palsu dari platform seperti Twitter, terutama ketika informasi tersebut berpotensi memicu situasi yang lebih buruk berdasarkan berita palsu.
Baca Juga:
Perluas Akses Internet, Pemerintah Luncurkan Satelit Satria-1 pada 19 Juni 2023
Kontroversi antara Twitter dan pemerintah India terus berlanjut. Meskipun Twitter telah mengambil tindakan untuk mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh India, hubungan antara keduanya tetap tegang.
Persoalan ini menimbulkan pertanyaan yang lebih luas mengenai keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab perusahaan media sosial di negara-negara demokrasi.