Technologue.id, Jakarta - Kondisi pandemik virus corona (Covid-19) telah menggiring jutaan pekerja untuk bekerja di rumah (work from home/WFH) serta menggunakan aplikasi layanan rapat maupun pertemuan online.
Namun, lonjakan pengguna aplikasi rapat online justru memunculkan kekhawatiran terkait keamanan siber (cyber security) seiring meningkatnya kesadaran tentang privasi data pribadi.
Kasus kebocoran data pribadi dan serangan siber yang sebelumnya sempat mencuat timbul kembali dan menjadi perhatian khusus sejumlah pihak. Bahkan, sejumlah lembaga dan kementerian secara tegas melarang pekerjanya menggunakan salah satu aplikasi rapat online karena kekhawatiran tentang keamanan siber.
Hasil riset perusahaan security global, Check Point, juga mewanti-wanti adanya aksi serangan siber yang mungkin terjadi akibat lonjakan penggunaan aplikasi rapat online yang tidak memiliki proteksi enkripsi end-to-end. Check Point menjabarkan bahwa 90% serangan siber dimulai dengan phishing, yang sebagian besar bermuara pada minimnya kepatuhan terhadap standar dasar keamanan siber.
Agus F. Abdillah, Chief of Products and Services Officer Telkomtelstra, menilai kesadaran keamanan siber memang wajar terjadi seiring meningkatnya kebutuhan bekerja secara virtual secara masif, terutama melakukan pertemuan online. Para pengguna aplikasi meeting online ini memiliki kesadaran akan keamanan yang berbeda-beda, namun pastinya tetap menuntut prioritas keamanan siber yang optimal.
"Saat ini berbagai perusahaan teknologi berlomba-lomba untuk menangkap peluang teknologi rapat online yang sedang dibutuhkan konsumen global. Namun, para pengguna harus jeli dalam melihat dampak keamanan siber dari platform yang digunakan," ujarnya.
Agus memberikan sejumlah tips untuk memastikan keamanan platform dalam aktivitas rapat online. Pertama, mencermati standar keamanan aplikasi rapat online yang digunakan meskipun layanan itu tidak berbayar atau gratis. Konsumen harus secara detail mempelajari informasi dan persyaratan serta panduan penggunaannya.
"Karena bersifat layanan gratis, sering kali platform rapat online yang digunakan meminta dan mengumpulkan informasi pengguna sebanyak-banyaknya. Pastikan Anda mengetahui pengaturan keamanan pada platform yang dipakai sehingga dapat menjaga privasi Anda seoptimal mungkin. Tujuannya tidak lain untuk memproteksi hal-hal sensitif dan informasi berharga yang disampaikan dalam rapat Anda," paparnya.
Kedua, lanjut dia, pengguna perlu mempelajari rekam jejak platform rapat online. "Apakah pernah ada malware ataupun berita kebocoran keamanan terkait dengan layanan itu? Karena itu, perlu dicari platform yang dapat memberikan informasi terperinci tentang komitmen mereka terhadap keamanan siber, dan yang mengharuskan peserta untuk terus melakukan update di sistem secara berkelanjutan untuk meningkatkan keamanan," ucapnya.
Ketiga, menurut Agus, apakah platform rapat online itu menyediakan enkripsi dari ujung ke ujung (end to end)? Akses wi-fi publik dapat membuat data pengguna rentan terhadap serangan man-in-the-middle. Dengan tidak adanya proteksi enkripsi end-to-end yang terstandarisasi, risiko peretasan semakin tinggi mengingat potensi aksi penyusupan dalam rapat online yang digelar secara private. "Enkripsi dari ujung ke ujung menyediakan lapisan keamanan ekstra yang membuat konferensi dan komunikasi secara signifikan lebih sulit untuk disadap," jelasnya.
Telkomtelstra sendiri, yang merupakan perusahaan patungan antara Telkom Indonesia dan Telstra Australia, saat ini menyediakan solusi Telkomtelsta Teams untuk kebutuhan kolaborasi kerja jarak jauh (remote). Solusi bisnis berbasis cloud ini terintegrasi dalam Microsoft Office 365, yang kini banyak digunakan sejumlah organisasi untuk aktifitas bekerja dari rumah selama masa pandemic COVID-19.
Dirancang untuk menjadi 'kantor virtual', solusi Teams dari Telkomtelstra mendukung perusahaan untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja, melalui fitur seperti; konferensi video, rapat jarak jauh, diskusi pekerjaan antar divisi atau tim, penyimpanan file bersama (termasuk kolaborasi dalam file), dan integrasi aplikasi kerja. Dengan teknologi Microsoft terdepan, solusi ini juga diperkuat faktor keamanan, privasi dan kepatuhan, yang mampu memberikan rasa aman ketika melakukan aktivitas kerja secara remote di saat tingginya ancaman siber.
"Perlu diingat bahwa situasi kerja secara digital akan menjadi kebiasaan baru dalam bekerja bahkan setelah pandemi berakhir, mengingat kelebihan dalam efisiensi biaya seperti biaya transportasi maupun efektifitas dan kecepatan dalam pengambilan keputusan, sehingga dari sekarang perlu digunakan teknologi yang aman untuk menghindari malware atau pelanggaran data privasi. Karena itu, rencanakan keamanan kerja anda dengan tepat, dan dorong organisasi di kantor Anda untuk melakukan hal yang sama," tegas Agus.