Technologue.id, Jakarta – Kasus peretasan terhadap Facebook membuat media sosial terpadat sejagat itu kembali menjadi sorotan. Ada dugaan, pencuri 30 juta akun Facebook itu berafiliasi dengan negara asing yang menjadi musuh Amerika Serikat. Namun, kemungkinan besar dugaan itu salah. Dari laporan WSJ.com (17/10/2018), seorang narasumber yang identitasnya dirahasiakan menyebut kalau Facebook untuk sementara menyimpulkan kalau serangan siber ini dilakukan oleh spammer berkedok perusahaan digital marketing.
Baca juga:
Facebook Kena Hack, 50 Juta Akun Pengguna Dijebol
Dugaan bahwa ada keterlibatan negara lain muncul setelah Facebook sebelumnya menyatakan Rusia berperan dalam penyebaran hoax di platformnya saat Pemilu AS 2016 lalu. Facebook sendiri sudah meminta bantuan FBI untuk menginvestigasi kasus ini, tetapi beberapa hari lalu pihak FBI justru meminta agar Facebook tidak memublikasikan siapa otak serangan ini.Baca juga:
Kali Ini, Mengganti Password Akun Facebook Anda Tak Berguna Lagi
Sebagai pengingat, kasus peretasan ini terkuak bulan lalu. Celah pada token akses Facebook berhasil dieksploitasi, membuat si hacker mampu mengakses akun-akun pengguna dan merampas data itu. Perusahaan Mark Zuckerberg tersebut pun mengakui kalau inilah peretasan terbesar mereka sepanjang sejarah. Temuan terakhir, ada 30 juta akun (bukan 50 juta seperti dikemukakan di informasi awal) yang terdampak serangan siber ini. Namun, Facebook mengklaim hacker "hanya" bisa mengakses informasi personal hampir setengahnya. Adapun data yang berhasil dicuri, antara lain nomor ponsel, riwayat pencarian, dan tanggal lahir pengguna.Baca juga:
Hacker Pakai Jutaan Akun Facebook Curiannya untuk Bobol Medsos Lain?
Sempat ada rumor kalau dicurinya access token ini memungkinkan si peretas untuk mengakses platform third-party yang terintegrasi dengan akun Facebook yang berhasil dicurinya. Namun, Facebook telah menepis hal itu dan mengklaim hal yang ditakutkan tersebut belum terjadi.