Technologue.id, Jakarta – Setelah sempat mengembargo aplikasi versi terbaru Telegram, Apple akhirnya mempersilakan update instant messenger itu hadir kembali di App Store-nya. Hal ini tak berselang lama dari komplain yang dilayangkan oleh CEO Telegram, Pavel Durov. Mengutip TheVerge.com (01/06/2018), awal mula Telegram diembargo ini adalah ketika pertengahan April lalu, pemerintah Rusia melakukan pelarangan terhadap Telegram. Alasannya, aplikasi dengan pengguna aktif harian lebih dari 200 juta ini tak mau memberikan akses enkripsi kepada Federal Security Service (FSB) untuk mengakses data sensitif pengguna. FSB sendiri merupakan badan keamanan Rusia yang bertanggung jawab atas isu-isu seperti terorisme dan spionase.
Baca juga:
Telegram Dilarang di Negara Asalnya, Kenapa?
Penolakan tersebut berdampak buruk bagi Telegram. Jutaan IP-nya di platform cloud Amazon dan Google diblokir atas permintaan pemerintah Rusia. Pemerintah Rusia juga meminta Apple untuk menghapus aplikasi berumur 15 tahun itu dari toko mayanya. Kalau tidak, raksasa Cupertino itu akan diganjar penalti oleh pemerintah setempat. Hingga akhirnya, Apple pun memutuskan untuk mengembargo Telegram. Namun yang dipermasalahkan Durov, Apple justru memblokir update aplikasi Telegram di seluruh dunia, tak hanya di Rusia. Praktis, mayoritas user Telegram pun meradang.Baca juga:
Telegram Kini Makin Nge-pop, Ini Buktinya
"Di Rusia, basis pengguna Telegram hanya 7 persen dari keseluruhan. Namun, Apple melarang pengguna Telegram sedunia untuk melakukan update sejak pertengahan April," tulis Durov dalam channel publik Telegramnya.Baca juga:
Ini Cara Mudah Download Foto dari Instagram Menggunakan Aplikasi Telegram
[embed]https://twitter.com/durov/status/1002653210245586944[/embed] Hari ini (02/06/2018), untungnya sang CEO menyatakan permasalahan telah selesai. Durov pun mengucapkan terima kasih pada Apple dan CEO, TIm Cook, via akun Twitter pribadinya karena mempersilakan Telegram beredar kembali. Sementara itu, perjuangan Telegram untuk tetap mempertahankan kepercayaan penggunanya melawan pemerintah Rusia masih berlangsung.