SHARE:
Technologue.id, Jakarta - Sistem komputasi awan (cloud computing) telah menjadi tren yang berkembang di ranah teknologi dunia. Seiring dengan berjalannya waktu, layanan komputasi awan ini sudah mulai banyak digunakan. Penelitian Kaspersky menemukan bahwa sebanyak 19,4 persen perusahaan di negara ini telah mulai menggunakan layanan cloud publik, dan sebanyak 32,1 persen perusahaan berencana untuk mengadopsi jenis layanan cloud dalam kurun waktu 12 bulan yang akan datang.
Baca Juga: Jumlah Pengguna Yang Terkena Malware Finansial Meningkat
"Adopsi cloud di Indonesia sangat cepat. Seperti diketahui Indonesia memiliki banyak pulau dan wilayah yang luas. Jika perusahaan ingin menjangkau semua area, tidak mengherankan bila mereka harus migrasi ke cloud," ujar Yeo Siang Tiong, General Manager for South East Asia, di Kaspersky, saat jumpa media, di Le Meridien, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Siang Tiong memaparkan bahwa keuntungan yang ditawarkan teknologi ini bisa beragam, seperti meningkatnya keandalan layanan Perusahaan dan meningkatnya kecepatan dalam memberikan produk dan layanan terbaru. Sementara pelaku bisnis memigrasikan data penting ke dunia virtual, perusahaan harus memahami bahwa perhatian terhadap pertahanan keamanan siber mereka juga diperlukan. "Ingatlah bahwa dengan konektivitas yang lebih besar akan muncul risiko dan kerentanan yang lebih besar pula,” lanjutnya. Laporan Kaspersky mengungkapkan bahwa 9 dari 10 Perusahaan di seluruh dunia telah mengalami pelanggaran data yang memengaruhi infrastruktur cloud publik yang mereka gunakan. Lebih lanjut, Perusahaan mengakui bahwa rekayasa sosial adalah bagian dari serangan tersebut. Rekayasa sosial, termasuk semacam trik dasar untuk mengelabui pikiran manusia dan menargetkan individu dengan tujuan mencuri informasi, atau sejenisnya. Beberapa jenis data yang termasuk dalam pelanggaran ini adalah informasi yang dapat mengonfirmasi identitas pelanggan, rincian pembayaran, bahkan kredensial otentikasi pengguna. Selain itu, para target serangan juga mengalami kerugian operasional, kerugian finansial, pencemaran reputasi, dan hilangnya loyalitas pelanggan yang sudah diperoleh dengan susah payah. "Perkiraan kerugian pelanggaran data yang berhasil dan berpengaruh pada infrastruktur cloud publik perusahaan bisa mencapai hingga US$ 2 juta, dan yang paling parah adalah soal reputasi perusahaan," jelas Siang Tiong. Sebagai catatan positif, studi Kaspersky juga menemukan bahwa hampir setengah (47,6 persen) Perusahaan di Indonesia memiliki inisiatif untuk mengambil tindakan preventif demi menghindari kebocoran data dari penggunaan solusi cloud. Namun, beberapa juga masih merasa kebingungan mengenai cara mengelola keamanannya dengan tepat, terutama karena kekhawatiran akan pelanggaran yang terjadi pada sistem cloud mereka. Hampir lima dari sepuluh (49,2 persen) perusahaan lokal mengklaim bahwa mereka memiliki kekhawatiran akan insiden yang dapat mempengaruhi infrastruktur TI mereka dari pihak ketiga, yaitu para penyedia layanan. Lainnya, sebanyak 12,2 persen Perusahaan masih belum yakin tentang cara melindungi kebocoran data dari solusi cloud yang mereka gunakan.