Technologue.id, Jakarta - OVO, sebagai platform pembayaran digital, rewards dan layanan keuangan terdepan di Indonesia, kini membuka akses permodalan kepada UMKM di Indonesia sebagai upaya mendukung UMKM di tengah pandemi Covid-19 agar tetap bertahan dan bahkan maju. Saat ini jumlah pelaku UMKM ada sebanyak 64,2 juta dengan daya serap mencapai 97% tenaga kerja dunia usaha di Indonesia. Sayangnya lebih dari 70% pelaku UMKM tidak dapat mengakses pinjaman modal yang penting untuk menjaga kelangsungan usaha dan selanjutnya berekspansi.
Fenomena tersebut adalah cerminan dari penetrasi layanan keuangan yang memang belum merata di Indonesia. Sebanyak 77% orang Indonesia masih 'tidak memiliki rekening bank (unbanked)' atau 'belum secara maksimal melakukan transaksi keuangan (underbanked)', menunjukkan besarnya kesenjangan inklusi keuangan yang dikarenakan keterbatasan akses terhadap layanan dan produk keuangan dengan biaya yang terjangkau.
Salah satu cara yang dilakukan oleh OVO untuk meningkatkan inklusi keuangan digital adalah dengan menyediakan layanan pinjaman yang ditujukan bagi UMKM. Sebagai orang yang bertanggung jawab pada bisnis lending, Natasha Ardiani, VP Lending OVO, mengungkapkan bahwa di Indonesia masih banyak orang yang belum percaya untuk meminjam uang dari layanan keuangan digital, tidak terkecuali para pelaku UMKM. Mereka lebih suka untuk meminjam uang ke saudara, tetangga, bank, bahkan rentenir. Tidak sedikit juga dari mereka yang lebih memilih untuk menggadaikan barang ke industri gadai. Padahal, layanan keuangan digital memberikan banyak kemudahan saat peminjaman, lebih transparan, lebih mudah diakses dan lebih terjangkau.
"Sebetulnya misi kami adalah membuat suatu layanan keuangan pinjam-meminjam yang transparan, mudah diakses, dan juga terjangkau untuk seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini penting agar peran dan tanggung jawab pemberi pinjaman dan peminjam jelas dan sesuai aturan yang berlaku. 'Daripada kita pinjam ke keluarga', tetangga atau rentenir, terms & conditions-nya sering kali tidak jelas. Sementara apabila pinjam ke bank harus buka tabungan dan punya histori transaksi perbankan dahulu."
"Yang ingin kami lakukan adalah meningkatkan inklusi keuangan dengan menyediakan layanan keuangan digital yang benar-benar bisa diakses dengan mudah secara digital dan bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia di manapun mereka berada," tambah Natasha.
Sementara terkait UMKM, Natasha menyebutkan bila bisnis lending saat ini sangat dibutuhkan oleh mereka karena para pelaku UMKM banyak yang terkena dampak dari pandemi COVID-19. Banyak di antara mereka yang mengalami kekurangan modal usaha, kesulitan menggaji karyawan, hingga ancaman penutupan usaha.
Natasha menuturkan bahwa OVO sangat terbuka bagi pelaku UMKM yang ingin meminjam dana untuk kelangsungan usaha mereka. OVO sangat mendukung agar para pelaku UMKM bisa terus melanjutkan usaha mereka dan bisa naik kelas menjadi usaha yang lebih besar. Lewat kerja sama dengan Taralite sejak tahun 2017, OVO ingin menjawab kesulitan akses pembiayaan yang selama ini dialami oleh para pelaku UMKM, sehingga mereka akan mendapatkan layanan kredit yang lebih mudah diakses, transparan dan tentunya dapat membantu permodalan mereka.
"Sejak awal pandemi ini, kita fokus ke B2B (Business to Business) atau business lending. Oleh karenanya, kami sedang menggenjot pinjaman UMKM bekerjasama dengan Taralite dalam bentuk modal kerja dan anjak piutang untuk membantu kas keuangan mereka tetap bisa terus berjalan. Itu salah satu layanan pinjam meminjam yang bisa kami berikan untuk para UMKM agar mereka bisa segera bangkit kembali."
Selain itu, salah satu cara lain yang dilakukan oleh OVO untuk meningkatkan inklusi keuangan digital adalah dengan banyak menjalin kerjasama dalam program-program pemerintah, seperti saat OVO menjadi mitra pemerintah dalam menyalurkan insentif Kartu Prakerja yang pada saat ini sudah berhasil menjangkau lebih dari 1,3 juta penerima manfaat. Selain meningkatkan inklusi keuangan, dengan cara tersebut OVO juga bisa melakukan edukasi pada masyarakat tentang keuangan digital. Sebab OVO menyadari bila diperlukan adanya kerja sama antara pemerintah dan pelaku industri keuangan guna menciptakan dan menggerakkan masyarakat non-tunai atau cashless society.
"Penyaluran insentif Kartu Prakerja secara digital membuat masyarakat semakin terbiasa dengan cara penggunaan dan fitur-fitur OVO. Peran kami dalam meningkatkan inklusi keuangan semakin nyata dan dampaknya sudah sangat terasa di masyarakat. Kedepannya, untuk memaksimalkan upaya tersebut, kami ingin lebih banyak berkontribusi menyukseskan program pemerintah dan BUMN, terlebih dengan situasi pandemi sekarang ini di mana banyak program yang membutuhkan infrastruktur digital," tutur Natasha.
Alumni Columbia University, Amerika Serikat tersebut menilai bahwa di saat pandemi ini, kebutuhan akan layanan keuangan digital benar-benar meningkat, sehingga OVO dan penyedia layanan keuangan digital lainnya dituntut untuk terus beradaptasi dan memprioritaskan kecepatan, keamanan dan efisiensi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, pandemi ini merupakan kesempatan emas bagi Pemerintah untuk mendorong adopsi keuangan digital guna mempercepat transformasi digital dan inklusi keuangan. Menurutnya, peluang keuangan digital Indonesia sekarang hampir sama seperti saat wabah virus SARS merebak di China 18 tahun silam. Pada saat itu, pemerintah China berhasil mengubah kebiasaan masyarakat mereka untuk beralih ke keuangan digital dalam aktivitas pembayaran mereka sehari-hari.
"Kami percaya peluang bagi industri tekfin di Indonesia sangat besar. Dengan adanya pandemi, banyak perubahan perilaku masyarakat yang terjadi akhirnya menciptakan gaya hidup baru, terutama pada saat berbelanja, di mana mereka mulai banyak berpindah ke transaksi digital. Kami yakin perubahan perilaku ini akan terus berkembang. Kesempatan ini yang dibidik oleh OVO dan penyedia layanan keuangan digital di Indonesia. Kami ingin berkontribusi dalam mengubah perilaku pembayaran masyarakat dan memenuhi kebutuhan konsumen terhadap layanan keuangan yang mudah, aman dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, sehingga pada akhirnya menciptakan inklusi keuangan digital sesuai yang ditargetkan oleh pemerintah," tutup Natasha.