SHARE:
Technologue.id, Jakarta - Beroperasi di Indonesia, layanan video on demand Netflix harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan Indonesia. Netflix harus mengikuti aturan perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia, antara lain dengan berbadan hukum dan punya kantor perwakilan di Indonesia. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik No. 80/2019 yang baru, pemain seperti Netflix harus memiliki badan usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Baca Juga:
Selain itu, Pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 35/2019 tentang Penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Peraturan ini menjabarkan tentang kewajiban perpajakan bagi perusahaan atau orang asing yang berbisnis di Indonesia, baik itu perusahaan konvensional maupun yang beroperasi secara digital. "Dengan adanya kantor perwakilan penyedia layanan digital di Indonesia, negara bisa memungut pajak. Dengan adanya BUT, semua produk services harus tunduk ke Indonesia," kata Bobby Rizaldi, Anggota Komisi I DPR RI, dalam Diskusi Media dan Publik Selular Media Network, di Jakarta, Kamis (16/1/2020). Namun selama tiga tahun menjajakan layanan di tanah air, status badan hukum Netflix tidak jelas. Pada kenyataannya penyedia layanan konten digital seperti Netflix sampai saat ini belum mau menuruti perundang-undangan yang ada di Indonesia seperti kewajiban mereka untuk memiliki badan hukum Indonesia atau BUT dengan membuka kantor perwakilan di Indonesia. Dengan belum memiliki BUT, Netflix pun bebas melenggang dari aturan pajak. Bahkan tidak pernah melaporkan keuangan perusahaannya. Padahal jelas-jelas perusahaan asal negeri Paman Sam itu, berbisnis di Indonesia. Dijelaskan Bobby, kelemahan regulasi saat ini adalah tidak bisa memaksa Netflix mendirikan BUT. Untuk mengantisipasi hal ini, pemerintah masih mencari formula untuk memaksa perusahaan penyedia streaming video raksasa seperti Netflix untuk membayar pajak di Indonesia sesuai regulasi yang berlaku. Salah satunya melalui Peraturan Presiden. "Kita harus meresponnya jangan seperti penegakan hukum dengan me-refer dengan undang-undang yang ada sekarang, itu akan sulit dan lama kita monetisasinya. Celah hukum ini bisa di-cover oleh Pepres," terangnya. Sebelum Pepres keluar, pemerintah harus terlebih dahulu mengklasifikasikan bentuk usaha Netflix di Indonesia. Hal ini bertujuan mempermudah pemerintah untuk mengetahui tindakan yang akan diambil jika nanti ada pelanggaran hukum, termasuk dalam hal ini pembayaran pajak.Baca Juga:
Selain itu, upaya lain yang juga dilakukan pemerintah yakni dengan menyusun rancangan undang-undang (RUU) yang akan menggantikan UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Dalam aturan baru yang diusulkan tersebut akan mengakomodir semua UU pajak, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hingga Ketentuan Umum Perpajakaan (KUP). Nantinya konsep pengenaan pajak tidak harus berbentuk BUT, tetapi berdasarkan aktivitas bisnisnya di Indonesia. Mengutip data Statista, Netflix memiliki 481.450 pelanggan di Indonesia pada 2019. Bahkan pelanggannya diperkirakan naik dua kali lipat pada tahun 2020 ini menjadi 906.800. Dengan asumsi paling konservatif, di mana 481.450 pelanggan di Indonesia berlangganan paket paling murah, maka Netflix B.V. meraup Rp 52,48 miliar per bulan. Artinya, selama setahun Indonesia sudah merugi Rp 629,74 miliar. Uang sebesar itu dengan mudah mengalir ke anak perusahaan Netflix di Belanda, yaitu Netflix International B.