Technologue.id, Jakarta – Sebagai perusahaan teknologi yang punya basis user yang amat besar, Microsoft berada dalam dilema berat. Hal ini diakui sendiri oleh sang CEO, Satya Nadella. "Bagaimana bisa kami menggendong tanggung jawab untuk melindungi privasi customer kami - baik individu maupun organisasi - sembari membangun kepercayaan mereka dan dalam waktu yang bersamaan kami melayani pemerintah untuk menjaga ketahanan nasional?" keluh pria keturunan India itu, seperti dipetik dari BusinessInsider (30/09/17).
Baca juga:
Microsoft Mau Rilis Office 2019 Tahun Depan
Sikap Microsoft sejauh ini tegas, yakni tak ingin mengorbankan privasi penggunanya walaupun digunakan untuk kepentingan pemerintah. Konflik antara pemerintah Amerika Serikat dengan Microsoft sendiri sudah dimulai sejak 2014 lalu. Waktu itu, ada upaya pemerintah AS untuk mengobok-obok server Microsoft di Irlandia. Menurut Nadella, perusahaan teknologi seperti Microsoft, Apple, atau Google, tentu sadar betul bahwa keamanan negara amat penting. Akan tetapi, ia tak berniat tunduk pada aturan yang digunakan pemerintah saat ini untuk membuat Microsoft tunduk karena hukum tersebut ia nilai sudah usang.Baca juga:
Microsoft: Ada Kesenjangan Skill Digital di Kalangan Profesional Indonesia
Kasus serupa sebenarnya juga dialami raksasa teknologi lain. Anda mungkin masih ingat bagaimana Apple bersikukuh untuk tidak meng-unlock iPhone pelaku terorisme di San Bernardino meski FBI mendesak Tim Cook cs. Kendati akhirnya, FBI meng-unlock sendiri iPhone tersebut tanpa bantuan Apple.Baca juga:
Ada juga Google yang dipaksa oleh pemerintah dari pelbagai negara membeberkan data penggunanya. Semester pertama 2017 request terhadap data Google mencapai rekor tertinggi, yakni lebih dari 83 ribu.