SHARE:
Technologue.id, Jakarta – Hal-hal yang timpang di negeri kita tercinta ini ternyata tak melulu soal ekonomi. Kemampuan digital pun masih berjarak. Hal ini diungkap oleh survei yang dilakukan Microsoft dalam studi Asia Workplace 2020 yang melibatkan responden dari 14 negara di Asia, termasuk Indonesia. Dari total 4.175 responden pekerja profesional yang terlibat, 312-nya berasal dari Indonesia.
Baca juga:
Rayakan Ultah ke-50, Indosat Ajak Anak Muda Bikin Aplikasi yang Mendunia
Nah ternyata, 62 persen dari 312 orang itu punya keinginan agar pemimpin perusahaan menutup kesenjangan keterampilan digital yang ada. Menurut mereka, ketika perusahaan dari pelbagai industri mengadopsi penggunaan teknologi baru, tak semua mahir memanfaatkannya. Tentu saja, adanya ketimpangan kesenjangan skill ini hal ini bisa menjadi penghalang besar ketika era internet dan teknologi yang lebih canggih semakin tak terelakkan.Baca juga:
Wow, Jumlah Malware Lebihi Jumlah Gadget di Seluruh Dunia!
Linda Dwiyanti, Marketing & Operations Lead Microsoft Indonesia menjelaskan, "Naiknya penggunaan teknologi digital, bersama dengan generasi milenial baru yang mulai bekerja, membuat sangat penting untuk mengetahui dan mengubah ekspektasi pekerja yang terus berubah, pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang mereka pakai." "Dan dengan setengah populasi milenial dunia yang tinggal di Asia, lingkungan kerja perlu bertransformasi untuk beradaptasi dalam kebiasaan-kebiasaan teknologi yang digunakan oleh generasi melek digital ini."Baca juga:
Temuan ini sebenarnya selaras fakta bahwa 90 persen pemimpin perusahaan di Indonesia mengakui perlunya transformasi perusahaan menjadi bisnis digital untuk dapat terus sukses. Jelas, sumber daya manusia pun jadi pendorong utama dari upaya transformasi digital ini. “Sumber daya manusia merupakan denyut nadi dari transformasi digital. Ekspektasi, pengetahuan dan keterampilan, serta alat-alat yang mereka gunakan untuk bekerja, merupakan faktor penentu dari level transformasi yang dapat dicapai oleh tiap organisasi." "Tantangan yang kini mereka hadapi adalah bagaimana mengimplementasi cara baru untuk menciptakan budaya modern untuk memberdayakan pekerja di Asia dengan lebih baik, khususnya mereka yang bekerja di garis depan (frontline),” tambah Linda, secara tertulis pada redaksi (26/09/17).