Technologue.id, Jakarta - Bank Indonesia meresmikan BI Fast Payment (BI-FAST) pada Desember 2021 lalu yang memungkinkan transfer antarbank hanya Rp2.500, atau turun dari sebelumnya Rp6.500.
BI-FAST dibangun untuk mendukung konsolidasi industri dan integrasi Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) nasional secara end-to-end, bersifat national driven sebagai wujud implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, dan mendukung tercapainya sistem pembayaran yang cepat, murah, mudah, aman, dan andal.
Baca Juga:
Data Nasabah Bank Indonesia Bocor ke Internet?
Selain biayanya yang murah, transfer juga dapat dilakukan melalui daring dan hanya dengan email atau nomor ponsel penerima.
Proses penyelesaiannya sendiri hanya memakan waktu 25 detik saja. Hal ini tentunya berbeda jauh dengan sistem SKNBI sebelumnya yang hanya terjadi pada jam-jam tertentu untuk transaksi dengan nilai yang besar. Kecepatan tersebut bukan hanya di level nasabah, juga setelmen di perbankannya itu sendiri.
Bank sentral juga menetapkan batas maksimal nominal transaksi BI-FAST secara bertahap, di mulai dari Rp250 juta pada tahap awalnya.
Baca Juga:
Bobol Bank Indonesia, Apa Itu Ransomware Conti?
Nasabah bisa bertransaksi menggunakan BI-FAST di berbagai instrumen pembayaran, seperti nota debit atau kredit, uang elektronik, dan alat pembayaran menggunakan kartu. Lalu bisa menggunakan kanal dari teller, mobile banking, internet banking, ATM atau EDC, dan agen.
Keunggulan BI-FAST lainnya adalah memiliki fitur proxy address, yang memungkinkan transfer tidak hanya bisa dilakukan dengan nomor rekening melainkan proxy address yang didaftarkan, berupa nomor HP atau alamat email.
Dalam penyelenggaraan BI-FAST, bank sentral menerbitkan beleid yang tertuang dalam PADG No. 23/25/PADG/2021 sebagai pedoman bagi para calon peserta maupun peserta BI-FAST. Peserta BI-FAST adalah bank maupun lembaga selain bank (LSB) dan pihak lainnya, sepanjang memenuhi kriteria yang telah ditentukan.