Technologue.id, Jakarta - Asia Pasifik (APAC) adalah lahan subur untuk media sosial. Menampung lebih dari separuh dari total pengguna di seluruh dunia dan berada di pusat pertumbuhan Facebook. Angka terbaru dari Statista mencatat bahwa Asia Timur punya jumlah pengguna jaringan virtual terbanyak di lebih dari 1 miliar pada tahun 2020, Asia Tenggara dan Asia Selatan masing-masing dengan lebih dari 400 juta pengguna.
Ditambah dengan pandemi COVID-19, membuat peningkatan pengguna secara pesat dan penggunaan platform media sosial yang kiang berkembang mulai dari memuat gambar, mengirim pesan, hingga jadi pusat jual beli, membuat sosial media penting sebagai tolok ukur perbatasan ekonomi saat ini.
Mengusung tema “Secure Your Digital Reputation”, perusahaan keamanan siber global, Kaspersky, mendalami bagaimana informasi yang dibagikan secara online secara tak langsung ciptakan reputasi pribadi dan bagaimana hal ini bisa berdampak besar di dunia nyata.
Konferensi media tahunan, yang diadakan secara online untuk pertama kalinya, memberikan presentasi topline dan akan dihadiri oleh peneliti elit Kaspersky, pakar industri, serta jurnalis dari 12 negara Asia Pasifik.
Director of Global Research and Analysis (GReAT) for Asia Pacific di Kaspersky, Vitaly Kamluk, dalam pertemuan virtual pada Hari Selasa (8/12) mengatakan bahwa, “Salah satu efek yang paling terlihat dari pandemi ini adalah bagaimana hal itu memaksa semua orang, dari individu hingga perusahaan terbesar, untuk mengalihkan banyak aktivitas mereka secara online.” Katanya.
Ia pun mengatakan bahwa ketergantungan ini, dipicu oleh kebutuhan pengguna sebagai bentuk menjaga kesehatan fisik, juga mendorong untuk tingkatkan penggunaan media sosial, baik untuk terhubung dengan orang tercinta dari jauh, memberikan dukungan kepada keluarga, sarana hiburan, atau untuk dapatkan produk dan layanan yang dibutuhkan.
Hal ini ternyata jadi pemicu terbukanya pintu yang lebih luas bagi penjahat dunia maya untuk eksploitasi setiap pengguna media sosial.
Selain ketergantungan yang lebih besar pada internet, situasi pandemi juga hadirkan alat yang efektif bagi penjahat dunia maya, yaitu “kail” yang dengan satu klik email phishing, membagikan tautan berbahaya, meneruskan gambar yang terinfeksi, dan masih banyak lagi.
Faktanya, pada awal April, banyak perusahaan menerapkan sistem kerja jarak jauh bagi karyawannya, dan pelaku cyber crime akhirnya punya cara baru untuk manfaatkan situasi ini.
- Serangan brute force pada server database pada April 2020 meningkat 23%.
- File berbahaya yang ditanam di situs web meningkat 8% di bulan April.
- Serangan jaringan dan email phishing juga meningkat.
Vitaly mengatakan, dari 350.000 sampel malware unik yang dideteksi dan dianalisis beberapa hari sebelum COVID-19 merebak, saat ini ia melihat total 428.000 sampel baru per jendela 24 jam. Angka itu dipengaruhi oleh geopolitik di Asia Pasifik, peningkatan pada e-commerce dan e-wallet, sistem kerja jarak jauh hingga pembelajaran online, juga tekanan emosional dan psikologis dari situasi itu, lanskap ancaman tahun 2020 tampaknya berada di pihak para pelaku cyber crime.
“Namun, harapan berada di tangan kita karena hanya kita sendiri yang mengendalikan aktivitas online. Perlu peningkatan kewaspadaan untuk melindungi identitas dan aset digital kita saat ini.” Kata Kamluk.