Technologue.id, Jakarta - Setelah nilai Bitcoin menguat dan menyentuh level 40 ribu dolar AS, dilaporkan nilai Bitcoin turun lebih dari 10 persen menjadi di bawah 31 ribu dolar Amerika Serikat (AS) pada Senin, 9 Mei 2022. Jumlah tersebut diketahui setara dengan Rp 434 juta.
Menurut Coin Metrics, harga Bitcoin turun 10,5 persen menjadi 30.953,94 dolar AS. Harga cryptocurrency terpopuler ini berada pada titik terlemahnya sejak Juli ketika diperdagangkan pada harga 29.839,80 dolar AS. Sementara itu, harga Ether turun 11,6 persen menjadi 2,269,39 dolar AS.
Baca Juga:
Pasokan Bitcoin Ethereum Berkurang, Begini Tanggapan CEO Indodax
Diketahui bahwa penurunan nilai cryptocurrency secara umum terus. Menurut indek Dow Jones Industrial Average dan Nasdaq Composite, penurunan ini menjadi yang terburuk sejak 2020.
Selama sekitar satu tahun terakhir, pasar kripto yang dipimpin oleh Bitcoin, terus berkorelasi tinggi dengan pergerakan ekuitas, khususnya saham teknologi. Ketiga indeks saham utama juga diperdagangkan di zona merah pada Senin.
“Pasar ekuitas dan kripto mengalami aksi jual di seluruh wilayah karena pergeseran luas dari risk-off ke penjualan berisiko tinggi,” kata Steven McClurg, kepala investasi di Valkyrie Investments.
Lebih lanjut, menurut Steven McClurg, korelasi antara dua kelas aset telah tumbuh lebih jelas dalam beberapa bulan terakhir karena jumlah perusahaan publik yang terlibat dalam blockchain dan aset digital. Mereka cenderung melihat pasar ini bergerak sejalan setidaknya untuk beberapa waktu.
Hal yang sama juga disampaikan pendiri Fairlead Strategies Katie Stockton. Ia menyebut Bitcoin saat ini tidak memiliki sinyal kontra-tren, tetapi pada pasar ekuitas tampaknya Bitcoin siap untuk rebound dan mempengaruhi cryptocurrency.
Baca Juga:
Rekor! Bitcoin ke-19 juta berhasil ditambang
Tidak hanya itu saja, Yuya Hasegawa, analis pasar kripto di bursa Bitcoin Jepang Bitbank, mengatakan data inflasi utama AS untuk bulan April dapat menjadi “titik balik” bagi Bitcoin.
“Jika IHK tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, maka hal itu akan menambah ketakutan pengetatan moneter yang lebih cepat,” kata Hasegawa.