Technologue.id, Jakarta - Gunung Anak Krakatau bikin geger lagi. Erupsi pada Minggu 24 April kemarin membuat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meningkatkan statusnya dari level II waspada menjadi level III siaga.
Menjelang Lebaran, masyarakat sekitar justru dibuat khawatir dengan peningkatan aktivitas Gunung Anak Krakatau. Masyarakat "diteror" dengan suara dentuman dan gemuruh beberapa kali sejak pertengahan April ini.
Menilik ke belakang, Gunung Anak Krakatau sejatinya merupakan gunung yang terbentuk dari letusan Krakatau pada 26-28 Agustus 1883.
Baca juga:
Gunung Berapi di Tonga Meletus, Netizen Dunia Berdoa
Gunung Anak Krakatau diketahui muncul pada 29 Juni 1927. Tepatnya 44 tahun setelah Gunung Krakatau meletus dan memakan korban nyawa 36.417 orang karena letusan dan tsunami sebagai dampaknya.
Gunung Krakatau mulai mengeluarkan uap dan letusan dahsyat pada Mei 1883. Letusannya saat itu sampai terdengar Batavia -Jakarta saat ini.
Pada Januari 1928 seorang geolog Belanda, JMW Nash, datang ke bekas kaldera Krakatau. Dia menyatakan adanya kemunculan lapisan pasir yang membentuk pulau baru dengan panjang sekitar 10 meter.
Gunung Anak Krakatau pun tumbuh sangat pesat. Ini dikarenakan posisinya berada di zona subduksi atau kerak bumi, ya "tubuhnya" terlihat bongsor.
Pada 2010, Gunung Anak Krakatau tercatat memiliki tinggi 320 meter di atas permukaan laut (mdpl). Artinya, selama 80 tahun sejak kemunculannya rata-rata pertumbuhan gunung ini mencapai 4 meter per tahun.
Saat pertumbuhannya mencapai 338 mdpl pada 22 Desember 2018 Gunung Anak Krakatau mengalami longsoran dan mengakibatkan tsunami di daerah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang.