Technologue.id, Jakarta – Minggu (20/05/2018) lalu, Microsoft resmi mengakuisisi Semantic Machines. Perusahaan yang berbasis di California itu membidangi area deep learning, natural language processing, dan kemampuan berbicara (speech synthesis) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kemampuan percakapan produk berbasis artificial intelligence (AI) Microsoft, macam Cortana, Azure Bot Service, juga Microsoft Cognitive Services. Dalam pernyataan resminya (20/05/2018), Microsoft mengatakan bahwa terlepas dari perkembangannya sejauh ini, tak bisa dipungkiri kalau asisten virtual yang ada sekarang kebanyakan baru bisa merespons perintah atau permintaan sederhana. Kalau sekadar meminta prakiraan cuaca atau mengatur reminder, itu gampang, tetapi untuk memahami percakapan dengan user, AI yang ada saat ini masih kesusahan.
Baca juga:
Microsoft Siapkan Update Signifikan Windows 10 di Akhir April 2018
Inisiatif Microsoft untuk bersaing dengan Amazon Alexa, Apple Siri, Google Assistant, hingga Samsung Bixby ini dengan menghadirkan AI yang lebih cerdas dan mampu berkomunikasi secara efektif plus efektif ini mereka namakan dengan "conversational AI". Perusahaan Redmond itu berkomitmen pula untuk mengembangkan kemampuan percakapan chatbot Xiaolce (atau yang biasa dipanggil dengan Rinna di Indonesia) yang kini telah punya 200 jutaan teman bicara dari pelbagai negara serta melayani lebih dari 30 miliar pembicaraan yang rata-rata berlangsung selama 30 menit.Baca juga:
Microsoft: Pemanfaatan Artificial Intelligence di Indonesia Sudah Masif
Semantic Machines sendiri termasuk pionir di pengambangan percakapan AI. Anggota timnya diperkuat oleh nama-nama berpengalaman, macam Dan Roth yang diakui sebagai peneliti bahasa AI ternama di dunia; profesor UC Berkeley, Dan Klein; serta mantan speech scientist Apple, Larry Gillick.Baca juga:
Windows 10 Lean Edition, Solusi Microsoft untuk Storage Kecil
Dampaknya untuk Indonesia sendiri, Microsoft telah melihat kalau perkembangan implementasi AI di sini sudah naik secara signifikan. Indonesia (dan Asia secara umum) dipandang sebagai tempat yang "nyaman" untuk perkembangan AI ke depan karena masih banyak sekali peluang dan tantangan sosial yang bisa dieksploitasi di sini.