Technologue.id, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim telah memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah, Kantor Wilayah (Kanwil), dan Kementerian Agama untuk mengizinkan sekolah tatap muka di seluruh Indonesia mulai Semester Genap Tahun Ajaran 2020-2021. Dengan kebijakan baru ini maka penentuan izin sekolah tatap muka bukan lagi ditentukan berdasarkan zona risiko Covid-19. Terkait rencana pembukaan sekolah tatap muka pada Januari 2021, GREDU mendukung sepenuhnya kebijakan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
"Sebagai bagian dari ekosistem pendidikan di Indonesia, GREDU siap untuk selalu mendukung kebijakan dari pemerintah termasuk untuk pembelajaran tatap muka. Meski demikian perlu untuk tetap mempertimbangkan para siswa yang tidak dapat hadir di sekolah karena berbagai kendala. Oleh karena itu kami sangat mendukung apabila pemerintah menetapkan Sistem Belajar Campuran (SBC) atau blended learning untuk membantu pembelajaran tetap berlangsung secara efisien dan efektif," ujar Rizky Anies, CEO GREDU.
Sejumlah kendala akan dihadapi oleh sekolah yang membuka kelas tatap muka di awal tahun depan. Selain harus ketat dalam mengedepankan protokol kesehatan, sekolah perlu mengantongi izin dari Kepala Sekolah dan orang tua murid melalui komite sekolah. Beberapa ketentuan lainnya yakni sekolah hanya dapat diisi oleh maksimum 50% dari kapasitas dengan sistem rotasi atau shifting, orang tua memiliki hak untuk tidak mengizinkan anaknya mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Sementara itu, belum ada kepastian terkait status kehadiran bagi tenaga pendidik pada pembelajaran tatap muka.
Untuk itulah GREDU lebih mengandalkan Sistem Belajar Campuran (SBC) sebagai jembatan awal agar jadwal belajar dapat dilaksanakan bergiliran seperti piket. Sistem ini juga memastikan peserta didik akan memperoleh kualitas pembelajaran yang setara secara daring (online) atau luring (offline). Dengan adanya SBC, GREDU berharap para tenaga pendidik tidak perlu harus mengajar dua kali atau kebingungan dalam menyeimbangkan kualitas pembelajaran ke siswa.
Selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sejak April hingga Desember 2020, GREDU telah menambah kerja sama dengan lebih dari 300 sekolah di tanah air. Hal ini menunjukkan bahwa online platform yang mendukung terlaksananya PJJ memang dibutuhkan selama kondisi pandemi dan terbukti cukup efektif khususnya bagi masyarakat perkotaan. Di sisi lain, masyarakat mulai terbuka untuk belajar melek teknologi.
GREDU mengakui bahwa proses transisi untuk mengubah kebiasaan bersekolah secara konvensional menuju digital tidaklah mudah. Berdasar hasil penelusuran, kendala utama proses digitalisasi dipicu karena ketimpangan tingkat literasi digital dan kepemilikan gawai. Problem seperti ini terasa ketika Penilaian Tengah Semester (PTS) pada September 2020 silam. Gawai yang tidak kompatibel, isu kuota dan kecepatan internet, serta pemahaman tentang aplikasi GREDU yang masih belum maksimal, menyebabkan proses PTS menjadi sedikit terhambat.
Guna mengatasi hambatan yang terjadi saat PTS berlangsung, GREDU telah melakukan penggalangan donasi gawai bagi peserta didik yang tidak mampu. Bersama Kitabisa.com dan Kumparan Derma, GREDU menggelar kampanye #UnitGawaiDarurat untuk meningkatkan kemampuan dalam menjalankan aplikasi belajar online. Selain itu, GREDU juga mendirikan posko secara berkala untuk mengatasi permasalahan yang dialami pengguna, hingga membantu menyediakan materi cetak bagi sekolah yang mayoritas peserta didiknya belum memiliki gawai.
Pada Rabu (2/12), GREDU kembali menguji platform pendidikannya selama pelaksanaan Penilaian Akhir Semester (PAS). Di dua hari pertama, jumlah peserta didik yang mengerjakan PAS melalui platform GREDU tercatat mengalami kenaikan signifikan dibandingkan saat Penilaian Tengah Semester (PTS).
"Kondisi di lapangan sangat beragam sehingga masalah yang muncul pun pasti berbeda antara satu sekolah dengan lainnya. Namun kebanyakan berhubungan dengan problem infrastruktur, sehingga perlu adanya dukungan dari seluruh stakeholder di dunia pendidikan agar kita tetap bisa menyelanggarakan sistem belajar-mengajar yang berkelanjutan dengan sekolah tatap muka atau sistem belajar campuran, demi masa depan bangsa Indonesia," tambah Rizky.