Technologue.id, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan praktik reseller jaringan internet mandiri berwujud RT/RW net ilegal kembali mencuat. Kalangan pelaku industri telekomunikasi yang menyediakan layanan sambungan internet ke rumah tangga atau fiber to the home (FTTH) mengeluh. Pasalnya praktik RT/RW net ilegal berdampak negatif kepada bisnis FTTH mereka.
Sejumlah pelaku industri FTTH telah menemukan tren pemakaian lalu lintas internet yang tidak wajar di sejumlah lokasi yang diduga merupakan hasil praktik RT/RW net ilegal. Hasil penelusuran diisukan menjadi pemicu perusahan ini menerapkan kebijakan batas pemakaian wajar atau fair usage policy (FUP) kepada konsumennya.
Di sisi lain, banyak masyarakat memilih menggunakan RT/RW net lantaran harganya yang terbilang terjangkau. Mereka bisa menikmati fasilitas internet untuk sekeluarga dengan hanya mengeluarkan uang Rp100 ribu per bulan.
RT/RW net ini juga seperti dua sisi mata uang yang berbeda. Bisa saja RT/RW net illegal ini membantu semakin membuat para FTTH memiliki banyak pelanggan, tetapi juga bisa menjadi kerugian bagi mereka. Apalagi pemerintah saat ini mencanangkan supaya kecepatan internet di Indonesia minimal 100 megabyte per second atau Mbps. Kebijakan kecepatan internet dari pemerintah ini lantaran kecepatan internet di Indonesia ini jauh tertinggal dari negara tetangga.
Baca Juga:
Kominfo dan Indosat Buka Pelatihan Daring di Bidang Keamanan Siber
Ridwan Effendi, Pengamat Telekomunikasi, menjelaskan bahwa banyak masyarakat belum menjadikan internet sebagai kebutuhan primer. Kesanggupan masyarakat tersebut itu hanya mengeluarkan anggaran Rp10.000 sampai Rp50.000 untuk mendapatkan internet karena ada kebutuhan lainnya.
"Jika ditanya RT/RW Net boleh atau tidak? Ya, boleh saja tetapi harus berizin, karena dalam aturannya setiap penyelenggara telekomunikasi apalagi ada proses bisnis maka harus berizin,” jelasnya. “Lalu, apa yang menyebabkan maraknya RT/RW Net ilegal ini? Karena pendidikan yang masih rendah, hingga hambatan operator menembus lokasi,” sambungnya.
Ridwan menambahkan perlu adanya regulasi yang tegas dari pemerintah untuk menyelesaikan masalah reseller atau RT/RW Net ilegal ini, hingga sosialisasi dari operator maupun tenaga pendidik. “Langkah yang harus diambil ya pendidikan masyarakat, adanya insentif dari pemerintah bagi operator untuk membangun jaringannya hingga penegakan hukum supaya yang ilegal ini jera,” tandasnya.
Di sisi lain, Sekretaris Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Zulfadly Syam tidak menampik jika ada puluhan ribu reseller alias RT/RW Net ilegal yang ada di Indonesia.
"Sebenarnya RT/RW Net perlu ada untuk meratakan jaringan internet supaya masyarakat kita juga melek internet. Tetapi yang mengkhawatirkan ini yang tidak berizin alias illegal," ujarnya, dalam acara diskusi Selular Business Forum (SBF) 2024 di Jakarta, Selasa (8/10/2024).
Baca Juga:
Kominfo Panggil Direksi Indosat Ooredoo Bahas Pencurian Data Pribadi
Zulfadly menambahkan jika ada empat mazhab atau aliran RT/RW Net di Indonesia. Pertama, mazhab reseller yang benar yang mematuhi aturan dan bayar pajak usahanya.
Lalu kedua, mazhab kreatifitas yang biasanya sudah sesuai aturan tetapi kadang separuh nyolong dengan kreatifitasnya. Ketiga, mazhab Robin Hood yang menanggap dirinya pahlawan karena sudah membantu meratakan jaringan internet di Indonesia meski mencuri. Terakhir, ada mazhab pencuri yang sama sekali tidak mempedulikan aturan yang penting dapat untung.
“Tetapi APJII selalu melakukan sosialisasi supaya RT/RW Net yang sebelumnya Mazhab-nya pencuri atau Robin Hood dan lainnya bisa jadi Mazhab Reseller yang benar. Kami edukasi mulai dari perizinan hingga lainnya sehingga tidak illegal lagi,” ujar Zulfaldy.
“Dari puluhan ribu yang illegal ini, akhirnya ada lima ribu yang statusnya jadi reseller yang sudah mengantongi izin,” lanjutnya.