Technologue.id, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah bersiap melakukan lelang 2.1 Ghz dan 2.3 Ghz. Saat ini draft Peraturan Menteri (PM) mengenai tata cara seleksi sudah dibuka oleh Kominfo dan siap untuk diuji publik. Sayangnya, aturan dalam dokumen uji publik terkait tatacara lelang dianggap aneh. Pasalnya, tatacara lelang frekuensi 2.1 Ghz dan 2.3 Ghz pasal 7 huruf 1 tertulis peserta seleksi hanya dapat memenangkan pita frekuensi radio 2.1 GHz atau pita frekuensi radio 2.3 GHz. Komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih menyebutkan apabila Kominfo mengatakan lelang frekuensi ditujukan untuk menjawab isu kapasitas, seharusnya Kominfo maupun badan regulasi telekomunikasi Indonesia (BRTI) tidak diperkenankan membatasi operator yang benar-benar membutuhkan frekuensi untuk ikut dalam lelang tersebut. "Aturan mengenai peserta seleksi hanya dapat memenangkan pita frekuensi radio 2.1 GHz atau pita frekuensi radio 2.3 GHz itu tidak ada dalam regulasi dan perundang-undangan. Sehingga Kominfo tidak boleh membuat aturan demikian," jelas Alamsyah. Menurutnya, kalau pemerintah berniat membatasi operator yang utilisasinya rendah untuk ikut lelang, seharusnya pemerintah menetapkan kriteria operator mana saja yang boleh ikut. Karena frekuensi merupakan barang publik dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk pelayanan publik. Alamsyah meminta Kominfo untuk melihat kebutuhan frekuensi dari masing-masing operator. Harus ada evaluasi dalam penggunaan frekuensi sebelum peserta dapat mengikuti lelang. Ia pun berharap frekuensi yang dilelang bisa jatuh kepada operator yang kapasitasnya sudah mendekati maksimal. "Aneh jika pemerintah membatasi operator yang boleh ikut lelang. Seharusnya pemerintah main di kriteria atau evaluasi saja. Tidak boleh membatasi operator yang membutuhkan frekuensi untuk ikut tender di kedua blok yang akan dilelang tersebut. Menurut saya aneh saja kenapa Kominfo tidak membuat kreteria," imbuh Alamsyah. Alamsyah menilai hingga saat ini masih banyak operator telekomunikasi yang utilisasi frekuensinya rendah. Agar utilisasi operator tersebut tinggi, Ombudsman mendesak pemerintah untuk dapat bertindak tegas kepada operator telekomunikasi untuk dapat memenuhi semua komitmen pembangunan yang telah disepakati dalam modern licensing telekomunikasi. Ombudsman berencana mendesak Kominfo agar membuka data progres komitmen pembangunan seluruh operator. Semisal komitmen pembangunan dianggap rahasia perusahaan, Ombudsman meminta agar data yang dibuka tidak terlalu rinci. "Frekuensi itu adalah milik publik sehingga publik memiliki hak untuk mengetahui pemanfaatannya," kata Alamsyah. Dr. Ir. Ian Yosef Matheus Edward dari Pusat Studi Kebijakan Industri dan Regulasi Telekomunikasi – ITB mengatakan lelang frekuensi 2.3 Ghz yang hanya 15 MHz, tidak efektif dan efisien. Pasalnya, untuk dapat menjalankan teknologi LTE TDD (Long Term Evolution Time Division Duplexing) frekuensi 2.3 Ghz secara efektif, minimal operator tersebut harus memiliki lebar pita 20 Mhz. "Dengan teknologi yang ada saat ini, lebar pita hanya 15 Mhz tidak akan optimal," ungkap Ian. Semakin besar lebar pita yang dimiliki, maka semakin murah investasi yang dikeluarkan oleh operator. Pada kanal 2.3 Ghz, seharusnya pemerintah dapat melakukan lelang per 30 MHz agar bisa apple-to-apple dengan operator yang telah beroperasi di pita tersebut, Smartfren. "Jika pemerintah mau memberikan equal treatment kepada seluruh pelaku usaha telekomunikasi di frekuensi 2.3 Ghz, harusnya Kominfo bisa melelang 30 MHz. Tujuannya agar kualitasnya sama dan menciptakan equal playing field," terang Ian. Baca juga : Bolt Tergiur Tambahan Spektrum Google dan Microsoft Sepakat Tendang Situs Pembajakan Lelang Frekuensi 2.1Ghz dan 2.3Ghz, Ombudsman : Jangan Lupakan Corbec
Contact Information
Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260
We're Available 24/ 7. Call Now.
SHARE:
SHARE: