SHARE:
Technologue.id, Jakarta – Tahun ini menjadi momen bersejarah bagi Go-Jek. Pasalnya, platform ridesharing yang dimiliki Indonesia itu secara resmi memulai ekspansinya ke Asia Tenggara dengan Vietnam sebagai pijakan pertama lewat Go-Viet.
Baca juga:
Dukung Ekspansi, Jokowi dan Rudiantara Hadiri Launching Go-Jek di Hanoi
Walaupun mencatatkan prestasi tersendiri bagi Indonesia dan industri digitalnya, keputusan Go-Jek ini tak luput dari kritik. Satya Widya Yudha, Wakil Ketua Komisi 1, menilai Nadiem Makarim cs seharusnya tak berbangga dulu go global kalau pasar domestik saja belum dikuasai. Satya turut berpesan, jangan sampai Vietnam yang terlalu diuntungkan dari sisi value chain dengan masuknya Go-Jek. "Pasar dalam negeri masih luas. Pemain didorong untuk menjadi penguasa dalam negeri. Baru kuasai pasar luar negeri. Belajar dari China yang punya keunggulan komparatif dan kompetitif dengan teknologi yang dimiliki," kata pria yang juga merupakan anggota Partai Golkar itu pada redaksi (12/09/2018).Baca juga:
Menkominfo Akui Bangga dengan Go-Jek
Senada dengan Satya, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Eva Kusuma Sundari menilai kehadiran startup unicorn seperti Go-Jek sejatinya mampu membantu pemerintah yang sedang berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air, terlebih saat rupiah tengah melemah. "Indonesia perlu tingkatkan index kompetisi agar para unicorn tetap stay menggarap pasar dalam negeri, karena potensi kita sangat besar," ujarnya.Baca juga:
Pakai “Nama Samaran” di Negara Lain, Ada yang Beda dari Go-Jek?
Launching Go-Viet di Hanoi, kota operasi kedua mereka di Vietnam kemarin (12/09/2018), turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo serta Menkominfo Rudiantara. Di Vietnam, Go-Viet mengklaim mendapat respons apik, baik dari konsumen maupun para mitra. Sementara di tanah asalnya sendiri, Go-Jek sudah menjadi salah satu pemain besar. Mereka kini tinggal beradu dengan Grab, karena Uber secara resmi meninggalkan Indonesia dan Asia Tenggara tahun ini.