Technologue.id, Jakarta - Saat suhu global meningkat, iklim gurun telah menyebar ke utara hingga 100 kilometer di beberapa bagian Asia Tengah sejak tahun 1980-an.
Studi yang diterbitkan pada 27 Mei di Geophysical Research Letters, juga menemukan bahwa selama 35 tahun terakhir, suhu telah meningkat di seluruh Asia Tengah, yang mencakup sebagian China, Uzbekistan, dan Kirgistan. Pada periode yang sama, daerah pegunungan menjadi lebih panas dan lebih basah -yang mungkin mempercepat mundurnya beberapa gletser utama.
"Perubahan seperti itu mengancam ekosistem dan mereka yang bergantung padanya," ungkap Jeffrey Dukes, ahli ekologi di Carnegie Institution for Science’s Department of Global Ecology di Stanford, California, dikutip Nature.com, Minggu (19/6/2022).
Baca juga:
Hapus Email Bisa Selamatkan Bumi, Kok Bisa?
"Temuan ini merupakan langkah pertama yang bagus untuk menginformasikan kebijakan mitigasi dan adaptasi," sambungnya.
Lebih Kering dan Lebih Panas
Lebih dari 60% wilayah Asia Tengah beriklim kering dengan curah hujan yang jarang. Dengan sedikit air yang tersedia untuk tanaman dan organisme lain, sebagian besar wilayah ini rentan terhadap kenaikan suhu, yang meningkatkan penguapan air di tanah dan meningkatkan risiko kekeringan.
Penelitian perubahan iklim sebelumnya telah melaporkan perubahan rata-rata suhu dan curah hujan untuk sebagian besar Asia Tengah. "Tetapi itu memberikan informasi lokal yang terbatas bagi penduduk. Kita perlu mengetahui seluk-beluk penting dari perubahan iklim di area tertentu," kata rekan penulis studi, Qi Hu, ilmuwan Bumi dan iklim di University of Nebraska–Lincoln.
Baca juga:
Awan Antartika Kirim Pesan Genting ke Warga Bumi
Hu dan ilmuwan iklim Zihang Han di Universitas Lanzhou di China menggunakan data suhu udara dan curah hujan dari tahun 1960 hingga 2020 untuk membagi Asia Tengah menjadi 11 jenis iklim.
Mereka menemukan, sejak akhir 1980-an, daerah yang digolongkan memiliki iklim gurun telah meluas ke timur, dan telah menyebar ke utara sejauh 100 kilometer di utara Uzbekistan dan Kirgistan, di Kazakhstan selatan dan di sekitar Cekungan Junggar di barat laut China.
Hu mengatakan, ini adalah ekspansi substansial dan memiliki efek domino pada zona iklim yang berdekatan, yang juga menjadi lebih kering. Di beberapa daerah, suhu rata-rata tahunan setidaknya 5 derajat Celcius lebih tinggi antara tahun 1990 dan 2020 daripada antara 1960 dan 1979, dengan musim panas menjadi lebih kering dan curah hujan sebagian besar terjadi selama musim dingin.
Baca juga:
Saingi NASA, China Siapkan Misi Mencari Bumi 'Baru'
Seiring waktu, peningkatan suhu dan penurunan curah hujan akan membuat komunitas tumbuhan menjadi didominasi oleh spesies yang beradaptasi dengan kondisi yang lebih panas dan kering, "Itu akan memiliki konsekuensi untuk hal-hal seperti hewan penggembalaan yang bergantung pada padang rumput atau padang rumput," paparnya.
Di beberapa daerah, lanjut Hu, kemarau panjang akan menurunkan produktivitas lahan hingga menjadi tanah 'mati'.
Lebih Hangat dan Lebih Basah
Tim menemukan situasi berbeda di daerah pegunungan. Di wilayah Tian Shan di barat laut China, kenaikan suhu disertai dengan peningkatan jumlah presipitasi yang jatuh sebagai hujan daripada salju.
Baca juga:
Akibat Perubahan Iklim, Pusaran Air Aneh Ini Jadi Sering Terjadi
"Temperatur yang lebih tinggi dan peningkatan curah hujan berkontribusi pada pencairan es di ketinggian, yang mungkin menjelaskan tingkat penyusutan gletser yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam kisaran ini," ungkap Hu.
"Dengan berkurangnya hujan salju, gletser di Asia Tengah tidak akan mengisi kembali es yang hilang, yang berarti lebih sedikit air lelehan yang akan mengalir ke manusia dan tanaman di masa depan," ujar Troy Sternberg, ahli geografi di Universitas Oxford, Inggris.
“Asia Tengah, seperti bagian dunia lainnya, harus memperhatikan perubahan iklim dan berusaha lebih beradaptasi dengannya,” catat Sternberg.
Baca juga:
Dianggap Penyebab Perubahan Iklim, Google Diprotes Karyawannya
Dampaknya untuk Indonesia
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan masyarakat tentang perubahan iklim yang telah memberikan dampak terhadap kondisi Indonesia. Misalnya, mencairnya es di Puncak Jaya, Papua. Es di Puncak Jaya mencair akibat kenaikan suhu dan tren cuaca ekstrem.
Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan, perubahan iklim menyebabkan tren kenaikan temperatur di Nusantara. "Imbasnya, mencairnya es di Puncak Jaya, di mana pada saat ini (temperatur) di permukaan es Puncak Jaya sudah di atas titik beku, sekitar lima derajat," katanya.
Artinya, bisa dipastikan beberapa tahun ke depan, es yang biasanya ada di puncak gunung tertinggi di Indonesia tersebut akan menghilang. Perubahan iklim juga berdampak dengan kenaikan frekuensi hujan ekstrem yang terjadi di banyak daerah di Indonesia.