China berencana meluncurkan misi luar angkasa pertamanya untuk mensurvei langit guna mencari planet ekstrasurya yang mirip Kepler-186f. Yakni, sebuah planet seukuran Bumi yang mengorbit bintang jauh. Foto: NASA Ames/JPL-Caltech
Technologue.id, Jakarta - Setelah mengirim robot ke Bulan, mendaratkannya di Planet Mars dan membangun stasiun luar angkasanya sendiri di orbit Bumi, China kini mengincar tata surya yang jauh.
Bulan April ini, para ilmuwan akan merilis rencana terperinci untuk misi pertama negara itu menemukan planet ekstrasurya yang mirip Bumi.
Misi tersebut akan bertujuan mensurvei planet-planet di luar Tata Surya di bagian lain dari Bima Sakti. Tujaunnya, menemukan planet mirip Bumi pertama yang mengorbit di zona layak huni bintang seperti Matahari.
Para astronom berpikir planet seperti itu, yang disebut Bumi 2.0, akan memiliki kondisi yang tepat untuk keberadaan air cair dan kemungkinan kehidupan.
Lebih dari 5.000 exoplanet telah ditemukan di Bima Sakti, sebagian besar dengan teleskop Kepler NASA, yang digunakan selama sembilan tahun sebelum kehabisan bahan bakar pada 2018. Beberapa planet adalah benda mirip Bumi berbatu yang mengorbit bintang kerdil merah kecil. Tetapi tidak ada yang cocok dengan definisi Bumi 2.0.
"Dengan teknologi dan teleskop saat ini, sangat sulit untuk menemukan sinyal planet kecil mirip Bumi ketika bintang induknya satu juta kali lebih berat dan satu miliar kali lebih terang," ungkap Jessie Christiansen, astrofisikawan di NASA Exoplanet Science Institute di California, seperti dikutip Nature.com.
Misi China, yang disebut Earth 2.0, berharap untuk mengubah itu. Misi akan didanai oleh Akademi Ilmu Pengetahuan China dan sedang menyelesaikan fase desain awal.
Jika desain lulus tinjauan oleh panel ahli pada bulan Juni, tim misi akan menerima dana guna mulai membangun satelit. Tim berencana meluncurkan pesawat ruang angkasa dengan roket Long March sebelum akhir 2026.
Satelit Tujuh Mata
Satelit Earth 2.0 dirancang untuk membawa tujuh teleskop yang akan mengamati langit selama empat tahun. Enam dari teleskop akan bekerja sama untuk mensurvei konstelasi Cygnus–Lyra, bidang langit sama yang dijelajahi oleh teleskop Kepler.
“Lapangan Kepler adalah buah yang menggantung rendah, karena kami memiliki data yang sangat bagus dari sana,” ucap Jian Ge, astronom yang memimpin misi Earth 2.0 di Shanghai Astronomical Observatory dari Chinese Academy of Sciences.
Teleskop akan mencari exoplanet dengan mendeteksi perubahan kecil pada kecerahan bintang yang menunjukkan bahwa sebuah planet telah lewat di depannya. Menggunakan beberapa teleskop kecil bersama-sama memberi para ilmuwan bidang pandang yang lebih luas daripada teleskop tunggal yang besar seperti Kepler.
Enam teleskop Earth 2.0 akan bersama-sama menatap sekitar 1,2 juta bintang di sepetak langit seluas 500 derajat persegi, yang sekitar 5 kali lebih lebar dari pandangan Kepler. Pada saat yang sama, Earth 2.0 dapat mengamati bintang yang lebih redup dan lebih jauh daripada Transiting Exoplanet Survey Satellite (TESS) NASA, yang mensurvei bintang terang di dekat Bumi.
“Satelit kami bisa 10-15 kali lebih kuat daripada teleskop Kepler NASA dalam kapasitas survei langitnya,” klaim Ge.
Instrumen ketujuh satelit itu akan menjadi teleskop pelensaan mikro gravitasi untuk mengamati planet-planet jahat. Yakni, benda-benda langit berkeliaran bebas yang tidak mengorbit bintang mana pun.
"Teleskop akan menargetkan pusat Bima Sakti di mana sejumlah besar bintang berada. Jika berhasil diluncurkan, ini akan menjadi teleskop pelensaan mikro gravitasi pertama yang beroperasi dari luar angkasa," tambah Ge.
“Satelit kami pada dasarnya dapat melakukan sensus yang mengidentifikasi planet ekstrasurya dengan ukuran, massa, dan usia yang berbeda. Misi ini akan memberikan koleksi sampel planet ekstrasurya yang bagus untuk penelitian di masa depan,” katanya lagi.