Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Bisnis Co-working Space Terus Melaju, Regulasi Masih Gamang
SHARE:

Technologue.id, Jakarta – Kebutuhan atas ruang kerja bersama atau co-working space terus meningkat, terutama bagi para perusahaan rintisan (startup). Berdasarkan laporan dari Asosiasi Co-working Space Indonesia, jumlah co-working space di Indonesia berkembang pesat dalam dua tahun. Dari hanya 45 unit pada 2016, saat ini sudah mencapai sekitar 200 unit. Terpantau ada peningkatan hingga tiga kali lipat, yang tersebar dari Batam hingga Manado. Bahkan, menurut Vera Felencia Hutabarat, Sekretaris Jenderal Asosiasi Co-working Space Indonesia, ruang kerja bersama ini juga akan dibangun di daerah Indonesia Timur. "Ada informasi yang kita dapatkan, Di Papua juga sedang dibikin ruang seperti itu" ujarnya saat konferensi pers rebranding JSC Hive menjadi Cocowork, Selasa (26/06/2018), di Jakarta.

Baca juga:

Rebranding, EV Hive Usung Identitas Baru

Terus bertumbuh bukan berarti industri co-working space di Indonesia berjalan mulus. Masih banyak tantangan khususnya dari sisi regulasi, seperti pajak dan perizinan. Dari sisi pajak, misalnya, pengusaha co-working space bingung melakukan pembayaran karena tidak ada aturan yang memuat perhitungan pajak industri ini. Padahal, mereka ingin sekali memenuhi kewajiban taat pajak. Bila melihat peraturan sewa gedung atau ruang, maka idealnya dikenai pajak PPh final pasal 4 ayat 2.

Baca juga:

Pakai “Nama Samaran” di Negara Lain, Ada yang Beda dari Go-Jek?

Namun, Helen, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa bisnis ini sering dikenai retribusi daerah dan disamakan dengan warung internet (warnet) di beberapa tempat, karena menyediakan tempat kerja dan ada fasilitas internet. Padahal, aspek utama sebuah co-working space berbeda dengan warnet pada umumnya, dengan memiliki community, collaboration, dan connectivity. Jika tidak memiliki tiga unsur tersebut, maka ia menyebut hanya sekedar service office. "Kami tidak hanya sewakan ruangan, tetapi ruang penuh aktivitas," pungkas Helen. "Kalau jeli, sekarang banyak pemain-pemain properti yang menyebut dirinya co-working space. Padahal ketika kita masuk, yang tersedia hanya ruangan fisik dengan meja kantor dan fasilitas internet tanpa aktivasi 3C tadi," tambahnya.

Baca juga:

Akun Telegram Tim IT KPU Jadi Incaran Hacker, Ada Apa?

Sementara dilihat dari isu perizinan, co-working space digolongkan sebagai kantor virtual. Di DKI Jakarta, kantor virtual diatur melalui SE PTSP DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2016, yang merupakan pengembangan dari Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 1014 tentang zonasi. Sebelumnya, karena ketiadaan aturan konkret, kantor-kantor virtual sempat ditutup, lalu dibuka kembali pada 2016. Belum lagi, ada co-working space yang menyatukan dengan bisnis cafe. Alhasil, dikenakan juga pajak restoran, yang semestinya itu dipisah. Oleh karenanya, asosiasi ini menandatangani perjanjian kerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) supaya ada kejelasan nomenklatur. Dengan begitu, industri ini bisa berkembang dengan baik dan memenuhi peraturan. "Kita bikin kesepakatan sama-sama kalau co-working itu seperti apa sih, karena lagi-lagi tidak ada standarnya," ujarnya.

SHARE:

Google Batal Bikin Pixel Tablet 2, Hindari Persaingan dengan Apple?

Ini Respons Kemenperin soal Proposal Investasi Apple Rp1,58 Triliun