Technologue.id, Jakarta - Konflik antara Hamas dan Israel masih belum menunjukkan tanda-tanda gencatan senjata. Serangan Israel ke Jalur Gaza diketahui memasuki hari ke-31.
Saat Gaza mengalami pemadaman komunikasi total, kampanye mulai menjadi tren di platform media sosial, menyerukan miliarder Elon Musk untuk memberi bantuan pada wilayah yang dibombardir itu dengan internet Starlink.
Baca Juga:
Inilah 7 Peringkat Smartphone Paling Laris Sepanjang 2023
Usaha internet satelit yang dioperasikan oleh SpaceX terdiri dari “konstelasi ribuan satelit” yang mengorbit sangat dekat dengan Bumi pada jarak sekitar 550 km (340 mil) dari permukaan, sehingga memudahkan penyediaan layanan internet di wilayah pedesaan dan terpencil di dunia, di mana terminal internet dan kabel tidak kuat.
CEO SpaceX Musk awalnya menanggapi postingan yang menyerukan dukungan Starlink untuk Gaza, dengan mengatakan bahwa tidak jelas siapa yang memiliki otoritas untuk jalur darat di daerah yang terkepung dan bahwa “tidak ada terminal dari Gaza yang mencoba berkomunikasi dengan konstelasi kami”.
Setelah seruan Musk untuk mendukung komunikasi di Gaza melalui Starlink mendapatkan momentum, pengusaha miliarder tersebut mengumumkan bahwa “Starlink akan mendukung konektivitas ke organisasi bantuan yang diakui secara internasional di Gaza.”
Meskipun Musk telah menyatakan keinginan untuk menyediakan internet di Gaza melalui Starlink, tetapi tidak sedikit pula tampaknya yang skeptis akan hal tersebut.
Marc Owen Jones, profesor Studi Timur Tengah di Universitas Hamad Bin Khalifa yang berbasis di Doha, tidak yakin apakah hal tersebut dapat berhasil di Gaza, dikutip dari Aljazeera.
“Kami telah melihat 500.000 postingan di X yang mengatakan Starlink harus memberi daya pada Gaza. Namun masyarakat tidak menyadari bahwa ‘Starlink untuk Gaza’ adalah suatu kemustahilan,” katanya kepada Al Jazeera.
“Terminal atau antena Starlink di Gaza akan sulit untuk diselundupkan dan didistribusikan dalam skala besar. Pemerintah Israel kemungkinan tidak akan mengizinkan impor legal,” kata Owen Jones kepada Al Jazeera.
"Tetapi katakanlah Starlink masuk. Bagaimana cara menyalakannya? Tidak ada bahan bakar di Gaza saat ini," tambahnya.
Jalur Gaza berada di bawah blokade Israel sejak tahun 2007. Israel mengontrol wilayah udara dan perairan Gaza, serta mengatur semua barang dan jasa yang masuk dan keluar melalui dua dari tiga titik penyeberangan perbatasan Gaza. Penyeberangan ketiga dikuasai oleh Mesir.
Owen Jones juga mencatat bahwa jaringan Starlink bergantung pada stasiun Bumi yang memerlukan persetujuan di Gaza, yang menurutnya tidak mungkin terjadi dalam situasi saat ini.
"Memiliki terminal Starlink dengan transmisi dua arah dapat membahayakan warga Gaza jika terdeteksi oleh otoritas Israel,” katanya, seraya menambahkan bahwa penyediaan internet kemungkinan akan mendapat tentangan dari pemerintah Amerika Serikat dan Israel.
Baca Juga:
Peran Konektivitas dalam Percepatan Transformasi Digital
Dirangkum dari berbagi sumber, alih-alih Starlink yang memberikan layanan internet di Gaza, perusahaan telekomunikasi di Palestina, Paltel Group mengungkap pihaknya yang mengalami gangguan pada 27 Oktober 2023 akibat agresi yang berkelanjutan, tetapi layanan berangsur pulih.
Paltel Group ialah perusahaan telekomunikasi terbesar di Gaza yang didirikan pada 1995, menyediakan layanan telepon rumah, seluler serta internet.