Technologue.id, Jakarta - Infrastruktur digital, termasuk jaringan telekomunikasi, pusat data, dan platform digital, merupakan tiang utama yang menopang industri digital. Tanpa infrastruktur yang kuat dan handal, tidak akan mungkin bagi bisnis dan perekonomian digital untuk berkembang.
Infrastruktur digital yang baik adalah landasan yang diperlukan untuk menghubungkan masyarakat, memfasilitasi transaksi online, dan mengaktifkan layanan digital lainnya. Operator telekomunikasi adalah pilar dalam menopang industri dan perekonomian digital di Indonesia, serta akan terus berperan penting di masa depan.
Uday Rayana, CEO Selular Media Network mengatakan bahwa operator seluler bertanggung jawab untuk membangun dan memelihara infrastruktur telekomunikasi yang kuat dan handal, sehingga memungkinkan bisnis digital, layanan publik digital, dan inovasi lainnya untuk berkembang dengan optimal.
“Keberhasilan industri dan perekonomian digital Indonesia sangat tergantung pada peran operator telekomunikasi dalam menyediakan konektivitas yang luas, cepat, dan andal kepada masyarakat serta membantu menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan inovatif,” ujar Uday, ditemui dalam acara Selular Business Forum dengan tema "Sustainability Operator Telekomunikasi Kunci Tangguhnya Ekosistem Digital di Indonesia", di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Baca Juga:
Operator Seluler Kembali Didorong Konsolidasi, Apa Dampaknya?
Dengan pemahaman ini, penting bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk memberikan dukungan yang kuat dan memastikan kondisi yang kondusif bagi operator telekomunikasi.
"Kolaborasi yang erat antara operator telekomunikasi, pemerintah, dan sektor lainnya akan membantu memajukan industri dan perekonomian digital Indonesia, serta mempersiapkan masa depan yang lebih cerah di era digital yang terus berkembang," jelasnya.
Industri Telekomunikasi Tidak Baik-Baik Saja
Namun di tengah posisinya yang semakin strategis, terutama sebagai enabler bagi industri lainnya, justru industri telekomunikasi saat ini tidak sedang baik-baik saja. Sejak memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013, pertumbuhan industri telekomunikasi khususnya selular, kini tak lagi mewah. Jika sebelumnya double digit, sekarang sudah single digit.
Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), industri telekomunikasi tumbuh melambat ke level 7,19% secara tahunan. Fakta ini menjadi alarm bagi ekosistem industri teknologi digital yang mampu tumbuh tinggi saat pandemi Covid-19.
Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dari ARPU (average revenue per user). ARPU merupakan salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi. ARPU yang rendah pada akhirnya tentu akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.
Tiga dekade lalu, sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai Rp 75.000 - Rp 100.000. Namun di akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pasca bayar) menyentuh angka Rp 50.000.
Baca Juga:
Tumbuh Stagnan, Berikut Sederet Masalah yang Dihadapi Operator Seluler
Uday juga menyebut terdapat enam persoalan utama yang mendera industri telekomunikasi khususnya seluler, sehingga tumbuh stagnan hingga saat ini. Keenam permasalah tersebut yakni:
- Regulasi super ketat
- Tarif data yang terbilang murah
- Kebutuhan fekwensi terus meningkat namun harga spektrum sangat mahal
- Besarnya regulatory chargers, dari BHP frekwensi hingga USO
- Kewajiban membangun hingga pelosok namun minim insentif
- Ketimpangan kebijakan operator selular dibandingkan penyelenggara OTT (over the top)
Imbas dari berbagai permasalahan tersebut membuat industri telekomunikasi tidak maksimal dalam mengembangkan peran sebagai enabler di era digital yang berkembang pesat saat ini. Untuk kembali sehat, diperlukan solusi-solusi yang bersifat komprehensif.