SHARE:
Technologue.id, Jakarta – Familiar dengan jargon perusahaan transportasi online bahwa kehadiran mereka dapat mengurangi kemacetan? Menurut laporan dari analis transportasi, Bruce Schaller, ridesharing platform ternyata malah menambah kemacetan lalu lintas, lho!
Baca juga:
Grab Bangun Lab AI Pertama di Asia Tenggara
Menukil BusinessInsider.com (27/07/2018), riset ini berdasarkan pantauan di kota-kota padat di Amertika Serikat, tempat perusahaan transportasi online seperti Uber dan Lyft serta layanan mikrotransit semacam Via dan Chariot beroperasi. Menurut Schaller, mitra Uber dan Lyft menambah 160 persen aktivitas di jalanan perkotaan yang berkorelasi dengan pemicu kemacetan itu sendiri. Para driver itu kebanyakan berkendara tanpa penumpang, termasuk saat dalam perjalanan menjemputnya. Padahal di sisi lain, masyarakat setempat yang menggunakan layanan Uber dan Lyft telah naik 37 persen dari 2016 ke 2017. Kenaikan jumlah penumpang lebih tepatnya adalah dari 1,9 miliar ke 2,6 miliar orang.Baca juga:
Hindari Monopoli, KPPU Fokus Monitoring Pasca Grab Akusisi Uber
Di Negeri Paman Sam, nyatanya ridesharing platform belum sepenuhnya menjadi pengganti transportasi publik. Para pemilik mobil pribadi pun belum merasa perlu menelantarkan mobil pribadinya dan bergantung pada taksi online untuk bepergian. Soalnya, 60 persen penumpang Uber dan Lyft menyatakan lebih memilih menaiki transportasi massal apabila tujuan mereka pergi dapat dijangkau oleh moda transportasi tersebut. Sementara 40 persen sisanya lebih memilih taksi atau berkendara menggunakan mobilnya sendiri.Baca juga:
Go-Jek Resmi Ekspansi ke Vietnam dan Thailand Pakai Nama “Samaran” Ini
Kalau riset ini diadakan di Indonesia, kira-kira hasilnya akan mirip-mirip atau jauh berbeda ya?