Technologue.id, Jakarta - Perkembangan pesat e-commerce saat ini bak pisau bermata dua. Di satu sisi membawa dampak positif, namun tak dipungkiri juga bisa membawa imbas negatif. Praktik kecurangan alias fraud dalam penyelenggaraan sistem e-commerce kerap terjadi. Para pelaku selalu mencari peluang untuk melakukan kecurangan demi mendapatkan keuntungan. Potensi kecurangan seringkali dilakukan oleh ekosistem terkait, seperti penjual, pembeli, hingga pegawai perusahaan. Platform marketplace Shopee selalu memastikan semua sistem penjualan berjalan baik. Kegiatan transaksi antara penjual dengan pembeli bisa berlangsung secara aman dan nyaman bagi kedua belah pihak. Namun tak menampik memang ada potensi kasus kecurangan yang timbul. "Sistem-sistem fraud seperti seller meminta transfer di luar Shopee atau menjual barang yang tidak sesuai dengan gambar. Shopee bertanggung jawab untuk memastikan hal tersebut. (Antisipasi fraud) yang transaksional sudah kita siapkan. Uang yang sudah ditransfer bisa kita tahan, sampai barang sampai di tangan konsumen. Kalau konsumen merasa tidak sesuai barangnya, kita bisa balikin uangnya," tutur Rezki Yanuar, Country Brand Manager Shopee. Sebelum mengambil tindakan lebih jauh, perusahaan e-commerce yang ada di tujuh negara itu bakal memantau kasus yang terjadi. Shopee siap menjatuhkan sanksi berat kepada seller bila terbukti melakukan pelanggaran. "Tergantung kasusnya seperti apa. Pertama kita harus dipastikan siapa pihak yang dirugikan. Seller tidak boleh bilang original kalau barang yang datang bukan ori. Kalau terbukti berbohong, seller ini bisa kita banned," ungkap Rezki.
Baca Juga: Belajar Kasus Tokopedia, IdEA Siap Kaji Penjualan Flash Sale
Dugaan praktik kecurangan juga pernah dalam penyelenggaraan flash sale di Tokopedia. Ada beberapa karyawan yang melakukan pelanggaran transaksi terhadap 49 produk dari kampanye promosi. Dugaan fraud ini membuat konsumen tak bisa memperoleh barang yang dijual murah selama program itu berlangsung. Konsumen pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika mereka dicurangi. Selain itu, ulasan dan rating palsu juga kerap menghantui kegiatan e-commerce yang jujur. E-commerce di Indonesia mungkin perlu belajar dari upaya pencegahan ulasan palsu yang dilakukan Amazon yaitu dengan memverifikasi pengulas. Amazon menyediakan kolom ulasan bagi konsumen yang sudah membeli produk di platform tersebut dan mengharuskan mereka menyertakan foto produk yang dibeli apabila memberikan ulasan. "Kalau sifatnya beli rating, saya harus lihat dulu seperti apa. Karena saya baru dengar ada yang seperti itu," tandas Rezki.