Technologue.id, Jakarta - Indonesia memiliki potensi yang besar dalam industri daur ulang. Potensi yang besar itu coba dimanfaatkan salah satu perusahaan rintisan (startup) Jangjo.
Jangjo bergerak di bidang pengelolaan sampah agar mengurangi timbunan sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Startup ini tidak hanya mengumpulkan dan memilah saja, namun juga mengelola sampah yang bisa menghasilkan manfaat melalui proses daur ulang.
Jangjo menyediakan solusi pengolahan sampah melalui Jangjo Zero Waste Integrated (JOWI) System. Melalui JOWI, semua sampah akan diproses menjadi barang bernilai, baik itu Refuse Derived Fuel (RDF) atau Solid Recovered Fuel (SRF), serta energi lainnya.
JOWI memiliki berbagai keunggulan, seperti compact system yang dapat menghemat penggunaan lahan hingga 70%, pendekatan mixed waste friendly dimana sampah yang dikumpulkan hanya membutuhkan pemisahan sederhana namun diolah secara efisien dan efektif. Setelah itu memberikan laporan hasil berbasis manfaat yang dihasilkan dari pengolahan sampah melalui impact report.
Baca Juga:
Start Up Jangjo Hadirkan Integrated Waste System Pertama di Jakarta
Co-founder dan Chief Operation Officer (COO) Jangjo Eki Setijadi menjelaskan bahwa perusahaannya mengerjakan riset dan pengembangan untuk mengolah bahan bernilai, salah satunya bahan bakar dan furniture seperti meja. Bahkan produk furniture keluaran Janjo telah digunakan menjadi dekorasi di sebuah kafe.
"Material 3,5 ton di kafe itu terbuat dari sampah, salah satunya untuk decking lantai. Ini lebih bagus dari kayu karena anti keropos dan kuat," ungkapnya.
JOWI System dapat diaplikasikan di berbagai daerah di Indonesia dan secara efektif mampu mengubah sampah menjadi material yang lebih berguna. Sistem ini pun sudah dimanfaatkan oleh berbagai mall dan hotel seperti Plaza Indonesia, FX Mall, SCBD Park, Hotel Aston Pluit, serta beberapa komplek perumahan lainnya.
Jangjo memiliki fokus pada solusi pengelolaan sampah untuk mengurangi persoalan sampah dengan mengimplementasikan strategi dan teknik yang dirancang dengan teknologi canggih. Jangjo menyediakan kebutuhan yang menyeluruh untuk persampahan mulai dari edukasi, pengangkutan terpilah, pengolahan zero waste to landfill untuk sampah rumah tangga, dan pelaporan yang komprehensif termasuk dampak lingkungan.
Eki mengatakan salah satu alasan dia mendirikan Jangjo adalah keinginan menyelesaikan tantangan pengelolaan sampah terbilang banyak mulai dari hulu ke hilir. Mulai dari ambang batas sampah di TPS Bantargebang Bekasi, biaya pembuangan sampah yang semakin tinggi, hingga keterbatasan area lahan.
Baca Juga:
Startup Energi Terbarukan Xurya Lolos Sertifikasi B Corp
Dia bersama Joe Hansen, CoFounder & CEO Jangjo, mendirikan startup waste management itu sejak tahun 2019 untuk melayani daerah sekitaran Jakarta Barat, khususnya di Kelurahan Jati Pulo. Mereka membuat program pengangkutan sampah dan pengelolaan sampah dengan daur ulang bersama masyarakat setempat. Program ini dilaksanakan rutin selama 6 bulan sekali.
Dari sampah yang disetor, masyarakat mendapat insentif berupa uang tunai maupun saldo digital. Ini adalah inovasi baru yang mendorong masyarakat untuk lebih sadar akan pentingnya daur ulang dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.
"Kita bekerja sama dengan PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum), mereka nanti yang ambil sampahnya. Kita juga edukasi warga, mau tidak pilihin sampah nanti kita kasih insentif berupa uang atau e-money. Dari 100 persen rumah, sekitar 50 persen ikutan," ujar Eki.
Dari Jati Pulo, Janjo memperluas cakupan wilayah penjemputan sampah ke Kemanggisan. Ada sekitar 200 rumah yang dilayani saat itu. Biaya penjemputan sampah yang dikenakan sekitar Rp25 ribu sebulan. Layanan dengan biaya terjangkau ini, dikatakan Eki, menuai antusiasme warga.
"Sampah pernah ada yang daftar 200 orang sehari. Lalu, berkembang 1000 rumah di Jakarta dan Tangerang," katanya.
Terkait pendanaan, Eki mengungkapkan perusahaannya mendapatkan pendanaan Pre Seed untuk operasional di Jakarta. Pada tahap pendanaan startup ini, tahap penelitian masih dilakukan karena untuk menilai kelayakan ide perusahaan.
"Ada beberapa Angel Investor. Sejak berdiri, kami ganti-ganti business model dan banyak juga kesalahan yang kami lakukan," imbuhnya.