Technologue.id, Jakarta - Tersiar kabar dugaan jaringan internal 10 kementerian dan lembaga pemerintah Indonesia telah disusupi kelompok peretas asal China, termasuk di dalamnya jaringan komputer Badan Intelijen Negara (BIN). Dilansir dari The Record, aksi penyusupan siber ini diduga dilakukan oleh Mustang Panda.
Siapa sih Mustang Panda? Mustang Panda adalah kelompok peretas asal China yang terkenal melakukan aksi mata-mata atau yang dikenal sebagai spionase siber dengan target operasi di wilayah Asia Tenggara. Korban malware Mustang Panda bukan cuma pemerintah Indonesia saja.
Baca Juga:
GTIR 2021: Serangan Siber Sasar Industri Meningkat
Mustang Panda juga pernah menargetkan jaringan internal perusahaan telekomunikasi di Asia, Eropa, Amerika Serikat untuk mencuri informasi sensitif terkait dengan teknologi 5G.
Hendra Lesmana, Chief Executive Officer (CEO) NTT Ltd Indonesia, mengatakan bahwa serangan dunia maya yang disponsori oleh pemerintah suatu negara atau state sponsored attack telah meningkat di seluruh dunia.
"Serangan ini memang dipakai sebagai sebuah senjata, dan ada beberapa serangan yang disponsori oleh negara-negara tertentu," ujar Hendra.
Hendra membeberkan, organisasi yang dibiayai oleh negara ini bukan hanya Mustang Panda. Namun ada juga Vicious Panda dan Cozy Bear yang menargetkan vaksin Covid-19.
Cozy Bear ini aktif mengintai pengembangan vaksin yang dilakukan para peneliti. Serangan kelompok ini sedang berlangsung dan menggunakan berbagai alat dan teknik, termasuk Spear Phishing dan malware.
Serangan dari state sponsored attack, menurut Hendra, didorong oleh ketidaksiapan sistem keamanan dari korban serangan tersebut.
"Berdasarkan laporan kita, sebanyak 76 persen organisasi-organisasi itu tidak siap untuk menghadapi serangan dari aktor-aktor atau kriminal-kriminal yang disponsori oleh negara tertentu. Karena mereka (hacker) alatnya canggih-canggih menggunakan AI," katanya.
NTT pun melakukan kerjasama dengan berbagai badan cybersecurity di dunia untuk take down organisasi-organisasi peretas.
"Tapi memang kenyataannya serangan siber ini dipakai oleh berbagai macam negara untuk jadi bahan negosiasi agar mereka dapat lebih banyak informasi," tandasnya.