Technologue.id, Jakarta - Pemerintah akan melaksanakan pemblokiran ponsel black market (BM) melalui nomor International Mobile Equipment Identity (IMEI) mulai 18 April 2020. Pada saat itu, pedagang ponsel tak boleh lagi menjual ponsel BM. Apabila ada pelanggaran, pemerintah akan memberikan sanksi. "Ada sanksi tidak memberikan jaminan, tentu di sini ada konsekuensi bagi pelaku usaha harus memberikan jaminan bila produknya tidak tervalidasi," kata Ojak Simon Manurung, Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan RI, dalam diskusi "Sosialisasi Pengaturan IMEI: Langkah Jitu Melindungi Konsumen dan Industri Lebih Sehat dan Kompetitif," di Jakarta, Kamis (27/2/2020).
Baca Juga: Pahami Beda Blokir Ponsel Ilegal dengan Metode Blacklist dan Whitelist
Sanksi yang akan diberikan Kemendag dilakukan secara bertahap. Tentunya, Kemendag akan memulai dengan melakukan pengecekan ulang terhadap pedagang yang menjual ponsel tanpa nomor IMEI. "Kalau tidak mencantumkan IMEI, kita akan pastikan juga bahwa IMEI-nya terdaftar atau tidak. Kadang-kadang tidak menutup kemungkinan juga dia IMEI-nya terdaftar, tapi dia belum dicantumkan. Yang penting dia terdaftar, nanti kami akan minta ditarik untuk diperbaiki," terang Ojak. Namun, jika terbukti IMEI-nya tak terdaftar, maka pihaknya akan memberikan sanksi tegas mulai dari penarikan barang, pencabutan izin usaha, penyidikan, dan publikasi. "Bila melanggar, produk tersebut harus ditarik dari peredaran. Selain itu ada juga sanksi pencabutan perizinan bila (peraturan) tidak diindahkan, melalui peringatan 1 dan 2," ungkapnya. Dalam pencabutan izin sendiri, Kemendag yang akan turun langsung. Namun, jika ada pencabutan izin yang berada di luar ranah Kemendag, maka pihaknya akan memberikan rekomendasi pada instansi lain yang berwenang.Baca Juga: Tri Indonesia Dukung Realisasi Blokir Ponsel Ilegal Melalui IMEI
Kemendag sendiri telah menyiapkan dua Peraturan Pemerintah untuk mendukung pemberlakukan IMEI secara resmi ini, yaitu salah satunya melalui Permen No 78 Tahun 2019 tentang petunjuk penggunaan layanan purnal jual untuk produk elektronika. "Nah disitu terkait dengan pasal yang menjamin bahwa produk yang diperdagangkan sudah tervalidasi atau teregistrasi," tutur Ojak. Adapun Permen No 79 Tahun 2019, terkait dengan kewajiban pencatatan label berbahasa Indonesia pada kemasan barang. Kewajiban menampilkan label ini, bisa dalam bentuk stiker atau di emboss, asalkan melekat secara utuh di kemaasan. Adapun ketentuan yang diberikan Kemendag terhadap ponsel yang dijual pedagang yakni memiliki merek, tipe, nama dan alamat produsen, nama dan alamat importir (untuk ponsel impor), klasifikasi baterai dan frekuensi, negara pembuat, dan tentunya nomor IMEI. Dengan regulasi ini, Ojak menekankan, label di kemasan akan mempermudah konsumen mengecek IMEI apakah sudah terdaftar atau belum. Selain itu juga mempermudah petugas mengecek tanpa membuka kemasan sama sekali.