Contact Information

Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260

We're Available 24/ 7. Call Now.
Tiga lembaga negara diminta cegah perang tarif operator selular
SHARE:

Technologue.id, Jakarta - Perang tarif yang dilakukan operator seluler diprediksi bakalan mengakibatkan kerugian negara. Tiga lembaga negara yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Direktorat Jenderal Pajak didesak segera turun tangan untuk mencegah potensi kerugian tersebut. Perang tarif di industri seluler ini dinilai sebagai imbas dari polemik antar operator yang dipicu revisi PP 52/53 Tahun 2000 tentang telekomunikasi. Padahal, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengungkapkan tujuan revisi ini agar industri telekomunikasi nasional bisa mendapatkan efisiensi. Di sisi lain, Ahmad Alamsyah Saragih selaku Komisioner Ombudsman justru berpendapat revisi PP 52/53 tahun 2000 ini malah akan menciptakan inefisiensi. Bahkan, menurut Ahmad, dampaknya lebih luas lagi dan berpotensi merugikan negara. Ahmad pun menilai revisi PP itu berkamuflase seolah-olah membuat efisiensi padahal, efisiensi tersebut hanya terjadi pada sebagian operator saja. Akan tetapi, di sisi lain bisa membawa kerugian dan dampak berantai bagi industri telekomunikasi. "Jadi secara agregat langkah revisi PP itu tidak menguntungkan sektor telekomunikasi. Itu yang menjadi perhatian dari Ombudsman," Alamsyah menjelaskan di Jakarta. Bahkan, Alamsyah mengungkapkan revisi PP 52/53 tahun 2000 ini cenderung berpotensi merugikan keuangan negara dan bisa menimbulkan mal administrasi. Salah satu bukti mal administrasi yang akan terjadi adalah adanya perang tarif antar operator telekomunikasi, hal itu terindikasi dari tarif promosi yang mereka keluarkan. Analis saham PT Bahana Securities Leonardo Henry Gavaza CFA mengungkap PP 52/53 tahun 2000 sengaja diciptakan untuk kompetisi dan persaingan harga antar operator penyelenggara telekomunikasi. "Memang revisi tersebut ditujukan untuk mendukung kebijakan perang tarif Indosat dan XL," jelas Leonardo. Beberapa waktu yang lalu, XL Axiata meluncurkan promosi Rp 59 per menit untuk tarif telpon antar operator bagi pelanggannya. Promo XL itu menyusul promo yang dikeluarkan Indosat Ooredoo berupa tarif promosi Rp 1 per detik untuk tarif telpon antar operator. Bila merujuk penetapan tarif interkoneksi yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 250 permenit, ini artinya kedua operator tersebut melakukan dumping atau menjual produknya di bawah harga pokok penjualan (HPP). Kominfo sendiri menetapkan tarif retail ialah biaya interkonkesi ditambah beban operasional perusahaan ditambah margin. Melihat ketentuan itu, disebutkan tarif wajar dari telepon antar operator seharusnya di kisaran Rp 500. Alamsyah menilai Kominfo seakan membiarkan sejumlah operator melakukan praktik promosi dan penjualan produk di bawah harga pokok produksi. Jika pemerintah terus membiarkan praktik promosi seperti ini, maka potensi pendapatan negara dari pajak akan hilang. "KPK harusnya bisa memeriksa operator telekomunikasi yang melakukan perang tarif ini. Karena ada potensi kerugian negara maka KPK bisa memeriksa praktik perang harga yang merugikan negara tersebut," tandas Alamsyah. Sedangkan menurut Yustinus Prastowo Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), selain KPK, lembaga negara lain seperti KPPU dan Ditjen Pajak bisa segera turun tangan untuk memeriksa operator telekomunikasi yang melakukan perang tarif. "Sebab perang tarif yang dilakukan oleh operator telekomunikasi tersebut mengarah ke predatory pricing yang berpotensi mengurangi pendapatan negara dari pajak," ungkap pria yang akrab disapa Prastowo itu. Prastowo melanjutkan operator yang menjual harga produknya di bawah harga pokok penjualan akan merugi dan tak membayar pajak. Akibatnya, negara tidak bisa melakukan belanja publik dan mengakibatkan penerima kerugian sebenarnya dari predatory pricing ialah publik secara luas. Ia kemudian memberikan contoh pada Axis yang dahulu melakukan perang harga. Operator yang telah diakusisi oleh XL Axiata ini mendapatkan surat ketetapan pajak (SKP) sebesar Rp 1 triliun dari PPn. Axis dikenakan SKP tersebut dikarenakan tidak memunggut PPn dari biaya promosi. Baca juga : TELKOM INDIHOME DIPERKARAKAN KPPU KPPU PERTANYAKAN ‘ROMANTISME’ XL-INDOSAT XL BAKAL PENUHI PANGGILAN KPPU

SHARE:

BMW Astra Sediakan Mobil Pemain BNI Indonesian Masters 2024

Indosat Catat Pendapatan Rp 41T Sepanjang 2024