Technologue.id, Jakarta - Penerapan network sharing dan frekuensi sharing di industri telekomunikasi di Indonesia masih terus didorong agar segera terwujud. Pasalnya, pemerintah meyakini konsep tersebut bisa menciptakan efisiensi di industri telekomunikasi. Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf menyebutkan apabila pemerintah ingin menciptakan industri telekomunikasi yang efisien dan tercipta persaingan usaha sehat adalah dengan segera menetapkan biaya interkoneksi. KPPU meminta agar dalam menetapkan biaya interkoneksi pemerintah harus berdasarkan aturan yang ada dan ditetapkan secara adil bagi seluruh pelaku usaha telekomunikasi. Selain itu, Syarkawi meminta agar pemerintah dapat mengatur tarif off-net (panggilan lintas operator) yang diberlakukan operator telekomunikasi. Sekarang ini, KPPU melihat tarif on-net (panggilan sesama operator) sudah relatif lebih baik, bahkan cenderung turun. Syarkawi melihat tarif lintas operator yang berlaku saat ini ditetapkan operator bisa lima hingga 10 kali lipat dari tarif yang ditetapkan untuk panggilan sesama operator. "Saat ini harga tarif off-net masih menjadi permasalahan sendiri. Itu yang membuat biaya telekomunikasi di Indonesia mahal. Seharusnya pemerintah tidak hanya mengatur tarif interkoneksinya saja. Tetepi juga bisa menetapkan batas maksimum tarif off-net," jelas Syarkawi. Ia menambahkan jika pemerintah tak segera mengatur batas atas tarif off-net, impilikasi yang mungkin terjadi ialah masyarakat akan membeli kartu salah satu operator saja. Jika dibiarkan terlalu lama maka industri telekomunikasi di Indonesia akan tersegment oleh operator telekomunikasi. "Menurut KPPU itu tidak baik. Yang diinginkan KPPU adalah industri telekomunikasi di Indonesia dapat terkoneksi satu sama lainnya. Sehingga pasar telekomunkasi di Indonesia semakin kompetitif," papar Syarkawi di Jakarta. Mengenai network sharing dan frekuensi sharing, KPPU juga mencium adanya potensi persaingan usaha tidak sehat. Sejak awal industri telekomunikasi dibangun, Indonesia mengenal modern licensing yakni komitmen membangun jaringan yang dikeluarkan oleh operator ketika mereka mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi. Ada satu operator yang aktif membangun infrastruktur di berbagai daerah. Bahkan hingga pelosok dan daerah terpencil di Indonesia yang merupakan pasar yang tidak menguntungkan dari sisi bisnis. Komitmen kuat mereka terhadap modern licensing, Syarkawi mengatakan operator tersebut terus membangun sesuai dengan janji yang telah disepakati dengan pemerintah. Akan tetapi, di sisi lain pemerintah pun berkeinginan mendorong utilisasi frekuensi sebagai sumber daya terbatas dan infrastruktur yang dimiliki operator secara maksimal. Alasan tersebut yang membuat pemerintah terus mendorong terjadinya network sharing dan frekuensi sharing. "Melihat dinamika ini KPPU ingin agar proses network sharing dan frekuensi sharing ini juga mempertimbangkan aspek keadilan bagi operator yang sudah sejak awal telah membangun infrastruktur. Pemerintah seharusnya tidak semata-mata melihat pada aspek bisnis saja. Aspek keadilan juga harus menjadi perhatian pemerintah,” terang Syarkawi. Syarkawi menjelaskan, praktik network sharing di berbagai negara sangat beragam. Ada yang hanya diperbolehkan di daerah terpencil dan belum terlayani telekomunikasi. Sementara ada negara yang sama sekali tidak mengizinkan terselenggaranya network sharing dan frekuensi sharing. "Seandainya nanti tarif network sharing dan frekuensi sharing ini diatur lagi pemerintah, KPPU melihat akan menjadi permasalahan baru yang akan muncul di industri telekomunikasi di masa mendatang," papar Syarkawi. Baca juga : Aturan Berbagi Jaringan Ubah Industri Telekomunikasi Lebih Efisien? Peluk Wanita Tangguh Indonesia, XL Axiata Pakai Cara Ini SMS Tak Laku Selama Perayaan Natal
Contact Information
Alamat: Komplek Rumah Susun Petamburan Blok 1 Lantai Dasar, Tanah Abang - Jakpus 10260
We're Available 24/ 7. Call Now.
SHARE:
SHARE: